Gedung Putih dan Pentagon Sebut Tidak Ada Indikasi Rusia Siapkan Senjata Nuklir, Pakar Sebut Ancaman Moskow Harus Diseriusi

JAKARTA - Pakar menyebut ancaman nuklir Rusia harus diseriusi lantaran Presiden Vladimir Putin sedang 'disudutkan' dan kehilangan wilayah dengan cepat, sementara Gedung Putih dan Pentagon menilai belum ada indikasi ancaman penggunaan senjata seperti itu.

Sikap nuklir Rusia yang berkembang menjadi perhatian, dengan seorang pakar pertahanan mendesak Barat untuk meningkatkan langkah-langkah pencegahan, sebelum Vladimir Putin menjerumuskan dunia ke dalam perang atom.

Kekhawatiran konflik di Ukraina meningkat setelah NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) memperingatkan, Moskow dapat meluncurkan uji coba torpedo nuklir Poseidon yang telah dijuluki 'senjata kiamat', melansir SkyNews 5 Oktober.

NATO memperingatkan anggota dan sekutu tentang niat Presiden Putin untuk meluncurkan Poseidon selama akhir pekan, menurut London Times.

Analis pertahanan senior di Institut Kebijakan Strategis Australia Dr Malcolm Davis mengatakan, peringatan tes bukan alasan untuk menjadi panik, tetapi mengatakan hulu ledak Poseidon dirancang untuk membutuhkan pemulihan dengan jangka waktu yang sangat lama.

Kepada SkyNews Australia Davis mengatakan, retorika nuklir Presiden Putin yang berlebihan tidak boleh diabaikan.

"Kita harus menganggapnya serius, mereka bisa melakukan ini karena Putin sedang disudutkan," katanya.

Ilustrasi militer Rusia. (Sumber: Kementerian Pertahanan Rusia)

"Dia kehilangan wilayah dengan cepat, dia menghadapi kekalahan dan itu berarti akhir pribadinya," sambung Davis.

"Itu bisa terjadi dan apa yang harus kita lakukan adalah memperkuat kemampuan kita untuk mencegah hal itu terjadi," tandasnya.

Diketahui, pasukan Ukraina melakukan kemajuan siginifikan di wilayah timur dan selatan negara itu, membebaskan puluhan wilayah yang sebelumnya diduduki Rusia, hingga merebut kembali Lyman, kota strategis untuk aliran logistik Rusia akhir pekan lalu.

Peringatan NATO dibarengi dengan rekaman yang tampaknya menunjukkan persenjataan nuklir ditransfer melalui kargo ke garis depan.

Terlebih, sebelumnya Presiden Putin telah berulang kali menyatakan Rusia akan menggunakan semua sistem senjata yang tersedia untuk mempertahankan diri.

Ada juga seruan dari dalam Rusia untuk menyebarkan senjata nuklir taktis hasil rendah di zona perang. Davis mengatakan, jika Presiden Putin mengerahkan senjata semacam itu, NATO dan Amerika Serikat tidak serta-merta akan merespons dengan cara yang sama.

"AS dan NATO akan masuk pada tingkat konvensional dan menyerang pasukan Rusia tepat di seluruh Ukraina," terangnya.

Pentagon. (Wikimedia Commons/mariordo59)

"Tetapi saat NATO menyerang pasukan Rusia di Ukraina, Rusia kemungkinan akan menyerang NATO secara langsung. Yang berarti kita masuk ke siklus eskalasi yang pada akhirnya kita mengarah ke perang nuklir," paparnya.

"Jika Rusia menggunakan senjata nuklir taktis, maka ini adalah situasi yang sangat serius karena NATO tidak mampu untuk tidak merespons tetapi jika mereka merespons, risikonya tinggi," tukas Davis.

Terpisah, Gedung Putih mengatakan tidak ada indikasi Rusia sedang bersiap untuk menggunakan senjata nuklir.

"Kami menganggap serius senjata nuklir atau senjata nuklir di sini, tetapi saya ingin mengatakan, bahwa kami belum melihat alasan untuk menyesuaikan postur nuklir strategis kami sendiri. Kami juga tidak memiliki indikasi bahwa Rusia sedang bersiap untuk segera menggunakan senjata nuklir," terang Sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre Selasa, seperti mengutip Reuters.

Sementara, pejabat senior Kementerian Pertahanan AS (Pentagon) mengatakan tidak dapat menguatkan laporan tentang perpindahan senjata nuklir Rusia, menambahkan militer AS tidak melihat apa pun untuk mengubah postur nuklirnya sendiri.

"Saya tidak punya apa-apa selain laporan sumber terbuka," ujar Laura Cooper, wakil asisten menteri pertahanan yang berfokus pada Rusia dan Ukraina.

Diketahui, Pentagon memantau dengan cermat kekuatan nuklir Rusia, bagian inti dari misinya sejak Perang Dingin.