Pemerintah Lanjutkan Program Kartu Prakerja di 2023, Ekonom Ingatkan Ada PR yang Harus Dibenahi
JAKARTA - Pemerintah telah memutuskan untuk melanjutkan Program Kartu Prakerja pada tahun 2023.
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengapresiasi keberlanjutan program Kartu Prakerja ini.
Sebab, kata dia, beberapa studi menunjukkan kemampuan (skill) pekerja Indonesia masih relatif rendah sehingga perlu ditingkatkan agar siap masuk ke lapangan kerja.
Terlebih, kata Yusuf, pada tahun 2023 diproyeksikan akan terjadi awan gelap di mana akan terjadi krisis yang tentu berimbas ke dalam negeri.
“Memang Kartu Pra Kerja bukan program utama bisa mengubah awan gelap tersebut. Setidaknya memberikan modal, bantalan, terutama bagi yang membutuhkan, tidak hanya bantuan dalam bentuk skill untuk masuk ke lapangan kerja, tetapi juga bantalan dana yang mereka bisa gunakan sebagai konsumsi," katanya di Jakarta, Selasa, 4 Oktober.
Namun, Yusuf menekankan, ada pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah dalam Program Kartu Prakerja ini yaitu tentang penyaluran tenaga kerja.
"Memang tidak semua kemudian industri punya kemampuan dan anggaran untuk mempersiapkan skill.Bisa saja skill ini yang diambil alih perannya oleh pemerintah, dan para industri mempersiapkan lapangan kerjanya," tutur Yusuf.
Tercatat pada tahun 2022, Program Kartu Prakerja telah memberikan manfaat bagi 3,46 juta penerima dari 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan total penerima sejak awal pelaksanaan program hingga mencapai 14,9 juta penerima.
Berdasarkan jumlah peserta tahun 2022 tersebut, sebanyak 53,6 persen di antaranya berasal dari 212 kabupaten/kota target penurunan kemiskinan ekstrem serta mencakup calon Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Sementara itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha Maghfiruha Rachbini menilai, dasar skema semi bansos pada Kartu Prakerja adalah karena pandemi COVID-19.
Saat pandemi, banyak masyararakat yang menggalami penurunan daya beli akibat terkena putus hubungan kerja (PHK).
Kartu Prakerja pun didesain sedemikian rupa untuk bisa meringankan beban masyarakat dan mempersiapkan angkatan kerja yang lebih mumpuni.
"Kartu Prakerja selama ini diberikan dengan semi bansos karena pandemi. Harapannya, diberikan bantuan bisa mempertahankan daya beli yang ter-PKH, diberikan pelatihan supaya bisa meningkatkan skill-nya. Supaya nanti ketika ekonomi sudah membaik, mereka bisa diserap industri dengan skill yang lebih baik dan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi," ungkapnya.
Menurut Eisha, pemfokusan Kartu Prakerja kembali pada skema peningkatan skill dan produktivitas angkatan kerja dilandasi pertimbangan pemerintah terkait pandemi yang berangsur membaik dan perekonomian menunjukkan pemulihan.
"Dasarnya mungkin pemerintah ingin mengurangi karena mungkin asumsinya sekarang adalah di tahun 2022, ini kan perekonomian kita sudah mulai tumbuh. Orang sudah banyak kembali bekerja," tambahnya.
Sekadar informasi, pemerintah akan melanjutkan Program Kartu Prakerja pada 2023.
Program ini akan difokuskan pada bantuan peningkatan kemampuan dan produktivitas angkatan kerja.
Baca juga:
- Peserta Program Kartu Prakerja Capai 13,4 Juta Orang, Menko Airlangga: Bukan Sekadar Angka, Ini SDM yang Luar Biasa
- Pastikan Program Kartu Prakerja Berlanjut di 2023, Pemerintah Tambah Anggaran Rp5 Triliun dengan Beberapa Penyesuaian Skema
- Data Kartu Prakerja dan Kemenko PMK Digabung Supaya Target Penerima Bansos Tak Meleset
- Menurun Drastis, Jumlah Peserta Kartu Prakerja 2023 Hanya 500.000 Orang!
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan menambah anggaran sebesar Rp5 triliun dengan target 1,5 juta orang.
Terkait dengan pelaksanaan skema normal, kata Airlangga, pemerintah akan melakukan penyesuaian besaran bantuan yang diterima peserta senilai Rp4,2 juta per individu.
Adapun rinciannya yakni berupa bantuan biaya pelatihan sebesar Rp3,5 juta, insentif pasca pelatihan Rp600.000 yang akan diberikan sebanyak 1 kali, serta insentif survei sebesar Rp100.000 untuk dua kali pengisian survei.