Kejagung: RKUHP Dapat Mengurangi Kepadatan di Dalam Lapas

JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah rampung disusun.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai aturan ini bisa mengurangi kepadatan tahanan di dalam lembaga pembinaan masyarakat (Lapas) ketika resmi diterapkan.

"RKUHP ini diharapkan juga dapat mengurangi masalah kepadatan Lembaga Masyarakat (overcrowding) karena dalam RKUHP," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana dalam keterangannya, Selasa, 27 September.

Pengurangan kepadatan warga binaan itu karena dalam RUU KUHP diatur kewenangan hakim untuk menjatuhkan putusan pengampunan (judicial pardon).

Hal itu termaktub dalam Pasal 52 ayat (2) tentang alternatif pemidanaan selain penjara, yakni pidana pengawasan, kerja sosial dan denda yang lebih diutamakan dibandingkan dengan penjara.

Menurutnya, KUHP yang mengadopsi Wetboek van Strafrecht peninggalan Belanda sejak tahun 1918 yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dianggap kerap terjadi masalah dalam penerapannya. Terutama, soal penggunaan istilah oleh para aparat penegak hukum.

“Sehingga seringkali ditemukan adanya ketidakeseragaman istilah yang dipergunakan para penegak hukum, khususnya pada saat dilakukan pembahasan unsur-unsur tindak pidana dalam rangka pembuktian,” ungkapnya.

Selain itu, KUHP saat inipun dianggap hanya menitikberatkan pada penerapan asas legalitas secara kaku yang memiliki kecederungan punitive atau menghukum pelaku tanpa memberikan alternatif lain bagi pelaku kejahatan.

Sehingga tidak sesuai lagi dengan perkembangan tujuan penegakan hukum saat ini yang lebih mengedepankan keadilan yang bersifat Korektif-Rehabilitatif-Restoratif.

"Sehingga bertentangan dengan nilai-nilai keadilan bangsa Indonesia yang lebih menitik beratkan pada pemulihan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat untum menjaga keseimbangan kosmis," ucap Fadil.

Kendati demikian, tak dipungkiri dalam perkembangan penegakan hukum di Indonesia telah diundangkan beberapa Peraturan perundang-undangan hukum pidana yang lebih mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Tetapi, ketentuan undang-undang tersebut hanya mengatur tindak pidana tertentu yang spesifik saja dan belum menyentuh substansi penegakan hukum yang sesungguhnya.

“Beberapa hal baru yang telah diatur dalam RKUHP antara lain adalah RKUHP ini telah menerapkan keseimbangan antara hukum dan keadilan yang telah disesuaikan dengan tujuan pemidanaan saat ini yang lebih mengutamakan penjatuhan pidana denda dibandingkan dengan perampasan kemerdekaan, dan telah menerapkan double track system berupa pidana dan tindakan. Pidana pokok juga telah diperluas dengan adanya penambahan jenis pidana pengawasan dan kerja sosial, sehingga Hakim dan Jaksa dapat lebih leluasa untuk menerapkan sanksi pidana sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh dalam masyarakat,” kata Fadil.