Inspektur Tambang Investigasi Galian C di Aceh Besar yang Telan 2 Korban Tewas Akibat Longsoran Batu
BANDA ACEH - Inspektur tambang Indonesia melakukan investigasi lokasi pertambangan galian C di pegunungan Glee Genteng Kabupaten Aceh Besar, yang mengalami longsoran batu hingga menyebabkan dua operator eskavator (beko) meninggal dunia.
"Sampai hari ini tim masih melakukan investigasi secara maraton di lokasi pertambangan tersebut," kata Koordinator Inspektur Tambang Aceh, Muhammad Hardi dilansir ANTARA, Rabu, 21 September.
Sebelumnya, dua pekerja yang bertugas sebagai pembawa eskavator (beko) meninggal dunia akibat tertimbun longsoran batu di lokasi pekerjaan galian C di kawasan pegunungan Glee Genteng Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar, Senin (19/9).
M Hardi mengatakan, investigasi tersebut dilakukan setelah adanya perintah Kepala Inspektur Tambang Indonesia. Hasilnya, mereka menemukan adanya syarat administrasi yang belum lengkap serta tanpa kepala teknis tambang.
Dalam investigasi itu pihaknya juga menemukan ketidaklayakan izin tambang oleh pemegang izin usaha pertambangan (IUP) terhadap pekerjaan di Glee Genteng tersebut.
"Jadi sebenarnya tidak layak izin diterbitkan, karena jika luasnya 0,45 hektar seharusnya ada kepala teknis tambang dan tenaga teknis lainnya," ujarnya.
Baca juga:
Selain itu, M Hardi menjelaskan setiap izin usaha pertambangan baik itu mineral batubara maupun batuan harus mengantongi semua data administrasi secara lengkap guna menghindari peristiwa seperti itu.
M Hardi menuturkan berdasarkan laporan yang diterima dari ketua tim investigasi, lokasi pertambangan tersebut juga tanpa menggunakan sistem jenjang, melainkan penambangan dari bagian bawah tebing.
Usaha tersebut memang memiliki izin, namun tidak memiliki kepala teknik, seharusnya kegiatan operasi pertambangan seperti itu baru dapat dijalankan jika sudah ada kepala teknik tambangnya.
"Maka investigasi akan terus kita lakukan pendalaman terhadap kasus tambang itu, karena kita khawatirkan bakal ada banyak perizinan usaha tambang yang tidak layak di Aceh," demikian M Hardi.