Tokoh Pro Rusia di Wilayah Ukraina Serukan Referendum, Presiden Zelensky: Posisi Kami Tidak Berubah
JAKARTA - Presiden Ukraina Vladimir Zelensky, mengatakan sikap dan tujuan Kiev akan tetap tidak berubah, meskipun ada pengumuman tentang referendum mendatang di wilayah Donetsk, Lugansk, Kherson dan Zaporizhzhia.
"Posisi kami tidak berubah oleh kebisingan dan pengumuman dari suatu tempat, dan mitra kami sepenuhnya mendukung kami dalam hal itu," kata Zelensky dalam sebuah pidato video, melansir TASS 21 September.
"Posisi kami didefinisikan dengan jelas dan diketahui, dan inilah yang harus kami fokuskan. Tugas kami adalah apa yang terjadi di suatu tempat, tetapi bukan sesuatu yang diumumkan di suatu tempat," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Zelensky kembali menyerukan "lebih banyak dukungan untuk angkatan bersenjata Ukraina, lebih banyak dukungan untuk intelijen, lebih banyak dukungan untuk pasukan operasi khusus, lebih banyak dukungan untuk Dinas Keamanan Ukraina, Garda Nasional, polisi, penjaga perbatasan."
Diberitakan sebelumnya, tokoh-tokoh pro-Rusia mengumumkan referendum untuk provinsi 23-27 September di Provinsi Lugansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia, mewakili sekitar 15 persen wilayah Ukraina, atau daerah seukuran Hongaria, seperti mengutip Reuters.
Baca juga:
- Tahun Baru dan Hari Libur Yahudi: Israel Tutup Tepi Barat dan Jalur Gaza, Warga Palestina Dilarang Keluar
- Protes Pemakaman Kenegaraan untuk Mendiang Mantan PM Shinzo Abe, Pria Jepang Bakar Diri
- Terima Jaksa Agung Ukraina, Amerika Serikat Dukung Masyarakat yang Menjadi Korban Invasi Rusia Mencari Keadilan
- Pertama Dalam 1.000 Tahun, Imam Besar Al Azhar Tunjuk Penasihat Wanita
Rusia sebelumnya sudah menganggap Lugansk dan Donetsk, yang bersama-sama membentuk wilayah Donbas Moskow sebagian ditempati pada tahun 2014, untuk menjadi negara independen.
Sementara, Ukraina dan Barat menganggap semua bagian Ukraina yang dipegang oleh pasukan Rusia ditempati secara ilegal.
Terkait hal ini, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih AS hingga Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa mengkritik rencana tersebut.