Menteri BUMN Akui Tak Mudah Turunkan Harga BBM meski Minyak Dunia Turun

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku tak mudah langsung menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi seperti Pertamax, meski harga minyak dunia turun menjadi 90 dolar per barel.

Alasannya, kata Erick, hal ini karena membeli BBM membutuhkan waktu. Sehingga pada saat harga turun, BBM tersebut tidak bisa langsung ada di Tanah Air.

"Kalau harga BBM (dunia) menurun, pasti akan terjadi koreksi harga. Tapi kan pembelian BBM bukan hari ini turun, besok langsung ada, kita kan beli 3-4 bulan," kata Erick kepada wartawan saat ditemui di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa, 20 September.

"Mesti ada ekuilibrium harga, tidak langsung bisa turun," sambungnya.

Apalagi, kata Erick, status Indonesia sebagai negara pengimpor BBM membuat tidak mudah dalam penentuan harga jual kepada masyarakat. Sebab, harus mengikuti perkembangan harga minyak dunia.

Sejak tahun 2008, Indonesia sudah bukan lagi menjadi anggota negara pengekspor minyak atau OPEC.

Erick mengatakan, Indonesia masuk dalam kategori negara yang mengimpor BBM sejak 2003.

Erick menjelaskan, hal tersebut tidak diketahui masyarakat.

Menurut dia, publik beraggapan bahwa Indonesia masih menjadi negara produsen BBM.

Padahal, Indonesia lebih banyak mengimpor minyak saat ini.

"Kita kan impor BBM dari 2003, artinya kita negara pengimpor. Masyarakat (pikir) seakan-akan kita masih negara produsen BBM, benar, tapi kita banyak impornya. Karena jumlah penduduk Indonesia mungkin (dulu) seratus juta, sekaarang 300 juta. Tentu pengguna mobil ini meningkat," katanya.

Kata Erick, penyesuaian harga Pertamax dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter merupakan upaya pemerintah dalam mengalihkan subsidi agar lebih tepat sasaran.

"BBM itu hari ini terjadi pengurangan subsidi daripada harganya," ucapnya.