Dasar UU Hukuman Mati di Indonesia dan Pelaksanaan Eksekusinya
YOGYAKARTA - Indonesia menjadi negara yang menerapkan hukuman mati untuk pelaku tindak pidana kategori berat. Pidana mati menjadi hukuman terberat di vonis penjara, kurungan, denda, dan pidana tutupan.
Hukuman mati di Indonesia termasuk ke dalam pidana pokok dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pidana mati bukan bentuk hukuman baru di Indonesia. Hukuman ini sudah dijalankan pada era kerajaan-kerajaan nusantara.
Vonis hukuman mati di Indonesia kembali muncul atas kasus pembunuhan Brigadir J yang dilakukan oleh Irjen Ferdy Sambo. Sebagai dalang pembunuhan berencana, Ferdy Sambo terancam mendapat hukuman mati. beberapa pakar menyebutkan Ferdy terhindar dari hukuman mati karena adanya upaya-upaya gelap di balik proses hukum.
Dasar Hukum Pidana Mati di Indonesia
Hukuman mati menjadi jenis pidana yang paling kontroversial atau kerap diperdebatkan. Ada pihak yang pro maupun kontra dengan bentuk pidana ini. Banyak negara juga sudah menghapuskan pidana mati dalam penindakan hukum.
Pihak pro hukuman mati menilai pidana mati perlu dijalankan agar memberi efek jera bagi pelaku kejahatan berat. Hukuman mati dianggap setimpal dengan perbuatan yang dilakukan, seperti pembunuhan berencana, kejahatan, dan lainnya.
Sementara itu pihak kontra penilaian hukuman mati bersifat tidak manusiawi atau tidak relevan dengan perkembangan hukum global. Selain itu, hukuman mati juga dinilai tidak memberi kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki kesalahan dan kehidupannya di masa mendatang.
Dasar hukum pidana mati di Indonesia diatur dalam Undang-undang atau UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer. Hukuman mati akan diterapkan pada orang-orang sipil dan dilakukan dengan cara menembak mati.
Sebelumnya, ketentuan hukuman mati di Indonesia termuat dalam pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP: Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher terpidana pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kaki.
Daftar Kejahatan Pidana Hukuman Mati di Indonesia yang diatur dalam KUHP
- Pasal 104: makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden
- Pasal 111 ayat (2): melakukan hubungan dengan negara sehingga terjadi perang
- Pasal 124 ayat (3): pengkhianatan memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh di waktu perang, serta menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara atau pemberontakan di kalangan angkatan perang
- Pasal 340: pembunuhan berencana
- Pasal 365 ayat (4): pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati
- Pasal 444: pembajakan di laut yang menyebabkan kematian
- Pasal 149 K ayat (2) dan Pasal 149 O ayat (2): kejahatan penerbangan dan saranan penerbangan.
Dasar hukum pidana mati juga diatur di luar KUHP, seperti UU Narkotika, UU Tindak PIdana Korupsi, UU Terorisme.
Pelaksanaan Hukuman Mati
Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia diatur dalam UU Nomor 2/PNSP/1964. Tiga kali 24 jam sebelum waktu eksekusi , jaksa memberitahu kepada terpidana tentang rencana hukuman mati.
Jika terpidana dalam kondisi hamil, maka hukuman mati dapat dijalankan 40 hari setelah anaknya lahir. Dalam persiapan eksekusi, Kapolda membentuk regu tembak yang terdiri dari 1 Bintara, 12 Tamtama, di bawah pimpinan seorang Perwira. Semua regu tembak berasal dari Korps Brigade Mobil atau Brimob.
Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010, berikut tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.
- Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati.
- Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan.
- Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati.
- Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 puncuk snjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 meter sampai 10 meter dan kembali ke daerah persiapan.
- Komanda Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan, “Lapor, pelaksanaan pidana mati siap.”
- Jaksa eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati.
- Setelah pemeriksaan selesai, jaksa eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapa “Laksanakan.” Kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, “Laksanakan.”
- Komandan Pelaksanan memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan jaksa eksekutor.
- Jaksa eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpindana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa.
- Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniawan.
- Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak.
- Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana.
- Komandan Regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati.
- Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana.
- Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana.
- Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana.
- Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata.
- Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak.
- Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.
Setelah eksekusi selesai, dokter akan memeriksa kondisi terpidana bersama Komanda Pelaksana dan jaksa eksekutor. Jika masih ada tanda kehidupan, jaksa memerintahkan Komandan Pelaksana untuk melakukan penembakan pengakhir.
Hukuman mati dinyatakan final setelah dokter menyatakan sudah tidak ada tanda kehidupan dari terpidana. Selanjutnya, Komandan Pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada jaksa eksekutor dengan mengucapkan, “Pelaksanaan pidana mati selesai.”
Baca juga:
Itulah dasar hukuman mati di Indonesia beserta harta yang termasuk dan pelaksanaan eksekusinya. Sampai saat ini hukuman mati masih menjadi pro-kontra di Indonesia dan banyak negara lainnya.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.