Pemkab Bogor Libatkan Badan Geologi Tangani Pergeseran Tanah di Desa Bojongkoneng

BOGOR - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor meminta rekomendasi Badan Geologi atas bencana pergeseran tanah yang terjadi di Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakanmadang.

"Kita minta kajian Badan Geologi, nantinya apakah tetap bisa ditinggali atau bagaimana? Kajian itu yang akan menjadi dasar kita dalam penanganan jangka panjangnya," kata Plt Bupati Bogor, Iwan Setiawan di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dikutip dari Antara, Jumat 16 September.

Sebagai langkah awal, dirinya telah menetapkan status tanggap darurat bencana pergeseran tanah di wilayah tersebut melalui Keputusan Bupati (Kepbup) Nomor 360/19/Kep-TD/BPBD.

Iwan menyebutkan, Kepbup tersebut dapat menjadi dasar bagi seluruh perangkat daerah di lingkungan Pemkab Bogor dalam penanganan dampak yang ditimbulkan bencana pergeseran tanah karena.

Disebutkannya bencana yang mengakibatkan kerusakan sejumlah infrastruktur itu perlu ditangani secara maksimal, karena mengancam keselamatan serta merugikan secara materi bagi masyarakat.

"Perlu kita tetapkan Keputusan Bupati Bogor tentang penetapan status tanggap darurat bencana pergeseran tanah di Desa Bojongkoneng. Ini yang akan menjadi payung hukum kita untuk menangani ini," ujar Iwan.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor, Aris Nurjatmiko menyebutkan pergeseran tanah yang terjadi sejak Rabu 14 September siang itu, menyebabkan kerusakan setidaknya 23 bangunan dan bagian jalan sepanjang satu kilometer.

BPBD mencatat ada 24 warga yang mengungsi akibat pergeseran tanah yang terjadi di Desa Bojongkoneng.

"Dari kejadian ini yang terdampak 20 KK, kemudian yang terancam saat ini 177 KK dari dua RW dengan total (penghuni) 589 jiwa," kata Aris.

Sebelumnya, Badan Informasi Geospasial (BIG) menyatakan bahwa ada 10 kecamatan di Kabupaten Bogor yang berisiko tinggi mengalami bencana akibat pergerakan tanah, yakni Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Citeureup, Babakan Madang, Sukamakmur, Tamansari, Tenjolaya, Cijeruk, dan Cigombong.

"Ada beberapa aspek yang dipertimbangkan dalam menentukan kawasan rawan gerakan tanah, di antaranya topografi wilayah tersebut. Asumsinya, semakin curam tentu akan semakin rentan terjadinya gerakan tanah," kata Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim BIG Ferrari Pinem.