KPK Minta Rektor Unila Nonaktif Ungkap Keterlibatan Pihak Lain

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani mengungkap keterlibatan pihak lain terkait dugaan suap penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Karomani sebaiknya mengungkap di hadapan penyidik siapa saja pihak yang ikut terlibat dalam kasus ini. Keterangan semacam ini, bisa memudahkan proses persidangan.

"Bila tersangka KRM akan terbuka dan berterus terang serta mengetahui ada dugaan keterlibatan pihak-pihak lain, silakan sampaikan langsung di hadapan tim penyidik," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 9 September.

"Keterangan yang jujur akan dapat menjadi bahan penilaian majelis hakim nanti pada proses di persidangan," sambungnya.

Ali memastikan KPK akan menuntaskan kasus suap yang menjerat Karomani. Semua pihak terkait diminta kooperatif.

"KPK berharap pihak-pihak terkait kooperatif dalam proses penyidikan tersebut," tegasnya.

Penanganan kasus tersebut, sambung Ali, dipastikan transparan. KPK akan menyampaikan setiap perkambangan.

"KPK berharap penanganan perkara ini menjadi trigger bagi dunia pendidikan untuk terus melakukan perbaikan sistem pada tata kelola. Sebagaimana yang terus didorong KPK melalui upaya Pencegahan dan pendidikan," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.

Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.

Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.

Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari dosen bernama Mualimin. Selanjutnya, dia menggunakan uang yang diterimanya untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.

Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.