Banyak Kritik, Legislator PKS Minta Pembahasan RUU Sisdiknas Ditunda
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih, meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ditunda.
Sebab menurutnya, masih banyak proses inisiasi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah sebagai pengusul, namun belum dilakukan.
“Misalnya, terkait peta jalan pendidikan yang belum jelas, derasnya kritik publik karena minimnya keterlibatan publik, hingga dugaan liar adanya pasal-pasal yang menghapus substansi penting,” ujar Fikri Faqih, Jumat, 2 September.
Politikus PKS ini lalu menjelaskan, bahwa awalnya revisi UU Sisdiknas diusulkan oleh DPR karena melihat perlunya beberapa penyesuaian seiring perkembangan teknologi. Namun, kata Fikri, tiba-tiba pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi pengusulnya, sehingga DPR dalam posisi menunggu draf.
Akan tetapi ketika Komisi XI menunggu draf, kata Fikri, pemerintah justru mengirimkan draf melalui Baleg DPR. Padahal, Komisi X DPR telah mengevaluasi beberapa hal yang sebelumnya dibahas oleh panitia kerja (panja) dan menghasilkan beberapa rekomendasi kepada Kemendikbudristek.
“Misalnya, rekomendasi soal peta jalan pendidikan yang dibuat oleh Kemendikbud, faktanya tidak diteruskan, padahal menjadi dasar kita untuk melangkah ke pembahasan revisi UU sisdiknas,” tegas Fikri.
Apabila peta jalan yang menjadi acuan tidak ada, menurut Fikri, UU Sisdiknas yang dihasilkan nantinya tidak punya arah dan tujuan yang jelas. Apalagi UU Sisdiknas yang baru ini rencananya menggabungkan tiga UU lainnya.
"Sehingga menjadi omnibus (UU paying) pendidikan, yakni UU 20/2003, UU 14/2005 tentang guru dan dosen, serta UU 12/2012 tentang pendidikan tinggi,” sambungnya.
Tak hanya itu, Legislator Jawa Tengah itu menilai, pembuatan draf RUU Sisdiknas versi pemerintah juga minim partisipasi publik serta belum banyak melibatkan pakar dan ahli pendidikan dalam prosesnya.
“Beberapa pihak mengritik substansi RUU sisdiknas versi pemerintah ini tidak jelas, tidak konkret, menimbulkan berbagai kebingungan dan tanda tanya, bahkan disinyalir seperti dibuat di ruang gelap yang tanpa keterlibatan pakar, cenderung tidak transparan dan terburu-buru,” ungkap Fikri.
Karena itu, tambahnya, banyak beredar sekali isu-isu liar karena hilangnya beberapa pasal yang memuat substansi penting dalam RUU Sisdiknas versi pemerintah. Misalnya, ramai soal hilangnya kata madrasah, kemudian sekarang soal tunjangan profesi guru yang juga menghilang.
Baca juga:
- Polri Usut Dugaan Pelecehan Brigadir J ke Putri Chandrawathi di Magelang Sesuai Rekomendasi Komnas HAM
- Komisi I DPR Usul Bentuk Timsus Usut Kasus Mutilasi di Papua oleh 6 Anggota TNI
- 3 Isi Surat Rekomendasi Komnas HAM dalam Kasus Brigadir J, Inilah Tanggapan Polri
- Dugaan Korupsi Pengadaan Proyek Fiktif, KPK Periksa 4 Pihak dari PT Amarta Karya
“Secara substansi kita harus lebih transparan dan komunikatif lagi, meski saya kira Pendidikan ini memang harus banyak terima kritik, kita anggap bagian dari terapi, yang bila kita akomodasi dan itu positif, kita dapat perbaiki sesuai keinginan bersama, karena Pendidikan ini amanat konstitusi, bukan visi partai, tetapi visi negara sesuai UUD,” kata Fikri Faqih.