Dirut Pertamina Nicke Widyawati Sebut Perlunya Modifikasi Kilang untuk Tingkatkan Produksi BBM Ramah Lingkungan
JAKARTA - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan modifikasi kilang perlu dilakukan selain untuk menaikkan produksi juga meningkatkan fleksibilitas kilang agar dapat memproses bahan bakar minyak yang lebih ramah lingkungan.
Saat ini, Pertamina tengah melaksanakan empat program modifikasi kilang atau refinery development master plan (RDMP) untuk Kilang Cilacap, Balongan, Dumai dan Balikpapan. Perseroan juga membangun dua kilang baru atau grass root refinery, yaitu Bontang dan Tuban.
"RDMP ini selain meningkatkan kapasitas yang paling penting juga adalah meningkatkan fleksibilitas dari kilang agar bisa memproses bukan hanya crude yang mahal tapi juga dapat memproses crude-crude lain yang kadar sulfurnya tinggi yang source-nya lebih banyak di dunia, sehingga yang sebelumnya kami fokus ke beberapa negara saja sekarang dengan telah selesainya Proyek Langit Biru kemudian ada Proyek Arcici dan green refinery di RDMP Balikpapan," kata Nicke dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 1 September.
Pertamina memproyeksikan proyek RDMP Balikpapan rampung tahun depan dan mampu memproduksi bahan bakar minyak yang setara dengan EURO V.
Nicke menjelaskan proyek modifikasi dan pembangunan kilang baru perlu dilakukan karena 40 persen kebutuhan bahan bakar minyak nasional masih impor.
"Karena itu, kami perlu menaikkan kapasitas kilang yang ada dari hari ini satu juta barel per hari menjadi 1,4 juta barel per hari dan kami proyeksikan angka itu cukup untuk kebutuhan nasional," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan proyek RDMP Balongan telah selesai termasuk upgrading fleksibilty dari Kilang Cilacap sudah juga dilakukan oleh perseroan. Kedua kilang itu kini sudah bisa mengolah crude yang tinggi sulfur dengan biaya yang lebih murah.
Baca juga:
Tak hanya itu, kilang tersebut juga lebih fleksibel dalam memproses dan menghasilkan produk-produk dengan nilai tambah yang tinggi.
Nicke menceritakan bahwa dulu Pertamina memproduksi premium lebih banyak, namun sekarang memproduksi Pertamax (RON 92) lebih banyak. Hal ini tentu berdampak terhadap aspek lingkungan yang menjadi lebih bersih.
"Untuk Kilang Balongan kami mempunyai dua tujuan, pertama meningkatkan kapasitas dari 125.000 barel per hari (BPH) menjadi 150.000 BPH. Sebetulnya mulai bulan Mei tahun ini BBM jenis Pertamax kita produksinya meningkat 25.000 BPH atau 9.125.000 barel tambahan per tahun," jelas Nicke.
Dengan selesainya Kilang Balongan, Pertamina berhasil menurunkan impor BBM sebesar 9.125.000 barel per tahun. Itulah kontribusi Pertamina dalam perbaikan defisit neraca perdagangan Indonesia," imbuhnya.