OTT Rektor Unila Terjadi Ketika Ada Laporan Calon Mahasiswa Nilainya Jelek Saat SMA Tapi Malah Diterima

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap operasi tangkap tangan (OTT) Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani terjadi akibat calon mahasiswa yang bernilai buruk saat SMA justru diterima lewat jalur mandiri.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan hal tersebut dianggap merugikan oleh pihak lain. Sehingga akhirnya ada pihak yang melapor.

"Kemarin kebetulan ada pihak yang dirugikan yang mengenal ada mahasiswa yang nilainya jelek waktu SMA, tidak pintar, kok lolos. Sementara, 'anak saya yang lebih pintar enggak lolos'. Artinya ada yang dirugikan kemudian melapor," kata Alexander kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 22 Agustus.

Alexander mengingatkan pemberian suap untuk masuk kampus negeri sudah pasti tak bisa dibenarkan. Apalagi, jika ada pihak yang dirugikan dari praktik lancung tersebut.

"Kalau semua sama-sama senang, sama-sama untuk kan enggak ada yang lapor. Kecuali ada pihak yang dirugikan," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.

Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.

Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga kursi bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan harga kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.

Adapun salah satu keluarga calon peserta Simanila, Andi kemudian berinisiatif membayar setelah keluarganya diterima sebagai mahasiswa karena bantuan Karomani. Dia kemudian menyerahkan uang tunai sebesar Rp150 juta di Lampung yang diambil oleh seorang dosen, yaitu Mualimin.

Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari Mualimin yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.

Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.