Bupati Pemalang Jadi Tersangka Jual-Beli Jabatan, KPK: Pengangkatan ASN Tak Boleh Ada Intervensi dan Titipan
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan pengangkatan aparatur sipil negara (ASN) harus dilakukan secara profesional. Mereka harus ditempatkan di posisi yang sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya.
Peringatan ini disampaikan setelah KPK menetapkan Bupati Pemalang Mukti Agung sebagai tersangka dugaan suap jual beli jabatan.
"Tidak boleh ada intervensi, titipan. Kenapa? Supaya ASN memiliki kemampuan dan (bisa, red) menjadi ASN yang kompetitif, yang memiliki keunggulan," kata Firli yang dikutip dari tayangan YouTube KPK RI, Sabtu, 13 Agustus.
KPK, sambung Firli, mengimbau ASN untuk tak terayu dengan jual-beli jabatan. Apalagi, titik rawan korupsi yang tinggi dalam proses promosi sudah berhasil diidentifikasi.
"Sehingga KPK melalui tugas koordinasi dan supervisi serta Stranas PK terus mengawal upaya perbaikan setiap kementerian lembaga dan pemerintah daerah agar celah rawan tersebut segera dibenahi dan didukung dengan sikap integritas," tegasnya.
"Kami mengimbau hal ini menjadi atensi setiap kepala daerah dan inspektorat, untuk berkomitmen dalam upaya menerapkan prinsip-prinsip good governance yang bersih dari korupsi demi Indonesia maju," sambung Firli.
Baca juga:
- Masih Punya Buronan yang Belum Tertangkap, KPK: Kami Tidak Diam
- Terbaru! Polri Tahan 3 AKBP dan 1 Kompol di Tempat Khusus Terkait Pelanggaran Pengusutan Kasus Brigadir J
- Bukan Cuma Jual Beli Jabatan, Bupati Pemalang Diduga Dapat Uang Rp2,1 Miliar dari Swasta
- Mendagri Tito Karnavian Sebut Pembentukan DOB Provinsi Papua Pacu Pelayanan Publik Lebih Baik
Mukti ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama lima orang lainnya. Mereka adalah Komisaris PD Aneka Usaha Adi Jumal Wibowo, Pj Sekda Kabupaten Pemalang Slamet Masduki, Kepala BPBD Sugiyanto, Kadis Kominfo Kabupaten Pemalang Yanuarius Nitbani, dan Kadis PU Kabupaten Pemalang Mohammad Saleh.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Agustus. Dalam operasi tersebut, tim menemukan bukti berupa uang tunai Rp136 juta, buku tabungan Bank Mandiri atas nama Adi Jumal Widodo yang berisi uang Rp4 miliar, slip setoran BNI atas nama Adi Jumal senilai Rp680 juta, dan kartu ATM atas nama Adi Jumal yang digunakan Mukti.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Mukti ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih. Sementara Adi menempati Rutan KPK pada Kavling C1.
Sedangkan tiga tersangka lainnya ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama hingga 31 Agustus.
KPK mengungkap Mukti mematok tarif antara Rp60 juta hingga Rp350 juta. Hal ini disesuaikan dengan jabatan yang ingin diduduki oleh calon. Adapun uang yang diterima Mukti melalui Adi diduga mencapai Rp4 miliar. Selanjutnya, uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadinya.