Minta Pengurus Parpol Jadi Penyelenggara Negara, Ketua KPK: Harusnya Masuk Dong!
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta pengurus partai politik masuk lingkup penyelenggara negara. Dia menyayangkan para elite yang tak bisa ditindak saat terbukti melakukan korupsi.
"Pengurus partai politik tidak masuk dalam penyelenggara negara. Nah, seharusnya masuk dong (sebagai penyelenggara negara, red)," kata Firli di Jakarta, Selasa, 9 Agustus.
Firli mengatakan pengurus partai memang belum masuk dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Aparatur Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Padahal, mereka sering kedapatan menikmati hasil rasuah.
"Pengurus partai politik itu sampai hari ini tidak masuk dalam penyelenggara negara," ujarnya.
Meski begitu, KPK tetap berupaya untuk mencegah terjadinya korupsi. Salah satunya dengan memberikan pendidikan antikorupsi kepada para pengurus partai.
Diharapkan, tanpa harus menindak, para pengurus parpol tak akan menerima uang hasil korupsi. "Penanaman nilai-nilai politik cerdas dan integritas kepada calon kepala daerah, calon legislatif, para kader partai politik, dan pengurus partai politik," tegas Firli.
Baca juga:
- Soal Citra KPK Terendah Selama 5 Tahun Terakhir Versi Hasil Survei, Firli Bahuri: Kita Tak Alergi, Bagus untuk Alat Kontrol
- Hari Ini LPSK Bakal Temui Bharada E Terkait Justice Collaborator Bongkar Kematian Brigadir J
- Kapolri Bakal Umumkan Tersangka Ketiga Kematian Brigadir J Sore Ini
- Setelah Verifikasi Parpol di KPU, PDIP Beri Sinyal Jalin Koalisi dengan Partai Lain
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga meminta anggota parpol jadi penyelenggara negara. Permintaan ini muncul karena mereka tak bisa mengusut dugaan korupsi yang menjerat mereka.
Salah satunya, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief mengaku menerima Rp50 juta dari Bupati nonaktif Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud. Penerimaan uang tersebut terungkap di persidangan.
Andi mengaku dirinya menerima uang dari Abdul Gafur tanpa tahu asalnya. Penerimaan ini dilakukan untuk membantu rekan yang terpapar COVID-19.
"Pengurus parpol itu kategorinya itu tidak masuk berdasarkan undang-undang ya, undang-undang tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi. (Mereka, red) itu tidak masuk sebagai penyelenggara negara," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Jumat, 21 Juli.
Publik, sambung Alexander, juga kerap menyoroti hal bebasnya para petinggi parpol. Sebab, para elite politik yang bukan penyelenggara negara itu seperti bebas melenggang dari hukuman meski menerima uang panas.
"Memang pertanyaan seperti itu yang disampaikan masyarakat pada umumnya, kalau begitu, kalau pengurus Partai menerima duit ya enak-enak saja kan gitu. Seolah-olah itu bebas dari ya hukum gitu kan," tegasnya.
Sehingga, KPK meminta agar kajian tentang pengurus partai dilakukan. Sebab, mereka harusnya bisa masuk sebagai penyelenggara negara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya jika menerima uang dari koruptor.
"Nah, mestinya sih ada perluasan pengertian penyelenggara negara. karena apa? karena kita melihat fungsi dan peran partai politik itu sangat strategis," ujar Alexander.