Viral Kapten Kapal Tanker Asal Indonesia Diduga 'Dikerangkeng' di China, Keluarga Temui Jalan Buntu Saat Minta Bantuan PWNI dan KBRI Shanghai
JAKARTA - Viral utas tentang dugaan penahanan warga negara Indonesia (WNI) yang berprofesi sebagai kapten kapal oleh aparat penegak hukum di China. Utas di media sosial itu ditulis pria yang mengaku anak sang kapten.
Anak itu menghadapi kendala untuk menemukan kejelasan tentang keadaan ayahnya. Ia terbentur birokrasi di sana-sini sehingga akhirnya menumpahkan keresahannya di media sosial.
Dalam utas tersebut, sang anak dengan akun Twitter @adekistrifal menceritakan kejadian yang dialami ayahnya seorang kapten kapal tanker.
Berlayar Juli 2018
Kapten kapal tanker kerap berlayar melewati perairan negara-negara, bekerjasama dengan pengusaha ekspedisi lokal dan asing, namun dengan tujuan yang telah tertulis dalam kontrak kerja. Hal itu serupa dengan ayah dalam utas anak ini.
Ayah anak itu dikontrak resmi dengan masa kerja satu tahun oleh agen di Sunter, Jakarta Utara. Pada Juli 2018, kapten kapal tanker itu akhirnya berlayar ke Kaohsiung, Taiwan.
Sang ayah memimpin anak buah kapal atau ABK mayoritas warga negara asing dari Taiwan daratan. Hanya tiga ABK-nya yang berkebangsaan Indonesia.
Keseharian ayah anak itu bersama para ABK dilalui tanpa ada hambatan berarti. Hingga menjelang masa kerjanya berakhir, sang ayah pun memutuskan untuk melanjutkan kontrak kerja.
Menjadi kapten kapal tanker selama 1 tahun 6 bulan akan kembali dijalaninya. Namun kali ini, ditangani agen di Kaohsiung yang telah terkoneksi dengan agen di Sunter.
Baca juga:
- Harapan Penamaan Stadion MH Thamrin Belum Kandas Mesti JIS Sudah Grand Launching, Sejarawan Betawi: Belum Ada Tanda Tangan Prasasti
- Berubahnya Alur Kasus Pembunuhan Brigadir J di Rumah Singgah Irjen Ferdy Sambo
- KPK Sebut Denny Indrayana-Bambang Widjojanto Latah Saat Tuding Mardani Maming Dikriminalisasi
- KPK Usut Dugaan Suap Pengurusan Restitusi Pajak Jalan Tol Solo di KPP Pare Jawa Timur
Mengarungi lautan, jauh dari keluarga, rasa rindu kadang datang bak badai. Namun, bukan kapten kapal namanya jika tak pandai menjinakan badai yang tiba-tiba menerjang.
Ketika surau masjid selesai berkumandang dan salat Subuh selesai ditunaikan, bunyi ringtone pesan singkat darinya kerap dinantikan keluarga di Tanah Air. Rutinitas sang kapten itu sengaja untuk membendung kangen agar tak meluap.
"Biasanya setiap adzan subuh berkumandang papa selalu chat anak-anaknya dengan mengingatkan kami untuk salat," tulis akun Twitter @adekistrifal.
Namun rindu itu ternyata mesti terulur kembali. Pandemi yang masih berkecambuk dan kebijakan lockdown di mana-mana kala itu membuat ayah anak tersebut kembali berlayar setelah kontraknya kelar.
Di satu sisi, situasi itu bisa membuat impian untuk menunaikan ibadah haji terwujud. Pundi-pundi uang akan kembali diraihnya untuk tabungan di masa depan, ayah anak itu akhirnya memperpanjang kontrak kerja hingga 31 Desember 2021.
Namun, hal yang tak diinginkan datang. Sang anak dan keluarga tak dapat menghubungi sang ayah. Jika biasanya lost contact di laut hanya terjadi selama satu minggu, kali ini sang ayah tak bisa dihubungi sejak 17 Desember 2020
"Lalu tgl 17 Januari 2021, kami menerima kabar tidak enak bahwa ada 3 kapal Taiwan yang tertangkap oleh Sea Guard Tiongkok karena diduga melakukan perdagangan di wilayah Laut China. lalu kami konfirmasi ke owner yang menaungi kapal papaku dan agency nya bahwa benar kapal papa saya ditahan dan dibawa ke Wenzhou, Tiongkok," ujar sang anak lewat akun Twitter @adekistrifal.
Sang anak menunggu hingga satu bulan lamanya agar informasi yang diperolehnya akurat. Ia akhirnya meyakinkan diri kemudian melaporkan dugaan kejadian yang dialami ayahnya ke Kementerian Luar Negeri pada 17 Februari 2021.
Sang anak lantas diarahkan untuk melaporkan juga ke Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) dan mengontak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Shanghai, China, dengan alasan kejadian berada dalam regional wilayah tersebut.
Laporan resmi akhirnya dilayangkan sang anak lengkap dengan no aduan, data ayahnya dan data tiga ABK asal Indonesia, anak buah ayahnya. Namun, tiga bulan berlalu informasi tentang kejelasan akan keberadaan ayah dan 3 ABK tak kunjung datang.
Respons dari pihak PWNI dan KBRI di Shanghai hanya alasan tentang pemerintah China sangat tidak kooperatif dan cukup tertutup utk hal semacam itu.
"Kami hanya disuruh menunggu dan menunggu!" ujarnya.
"Sampai akhirnya bagai petir di siang bolong Februari 2022 ini kami dapat kabar dari salah satu keluarga kru [ABK] yang lain (kami aktif di grup wa keluarga dengan awak kapal lain utk saling menguatkan dan berbagi info) dan bukan dari PWNI atau pemerintah Indonesia, kalo hasil sidang sudah keluar," sambungnya.
Hasil sidang itu menyatakan kapal tangker ayah anak itu bersalah melakukan penyelundupan minyak di wilayah China. Ayah anak itu divonis kurungan 7 tahun penjara dengan denda yang telah dirupiahkan sebanyak Rp250 juta.
Sedangkan tiga ABK Indonesia yang lain, dijatuhi hukuman denda dan kurungan yang masing-masing berbeda antara lain penjara 6 tahun, 5 tahun, dan 3 tahun.
"WHAT?? @Kemlu_RI. Dan sampai detik ini kami belum menerima satupun informasi resmi dari PWNI yang menyatakan hasil sidang tersebut. Saya tidak tahu keberadaan dan kondisi papa saya, kami selalu terima jawaban template dan janji-janji saja," tuturnya.
Sang anak kemudian meminta pertanggung jawaban dari agen yang memperkerjakan ayahnya untuk membayar denda dari vonis yang diterima ayahnya tetapi upaya itu sia-sia. Ia hanya menerima 1,5 bulan gaji ayahnya bulan Desember 2021 yang disebut sebagai komplimen.
"Lalu bagaimana upaya dari pemerintah Indonesia terhadap perusahaan yang memperkerjakan papa saya, mengapa tidak bertanggung jawab dan masih beroperasi?"
"Apakah papa saya dan kru nya masih hidup? Doa terus mengalir utk papa kami dan kru kapal semoga sehat & dalam lindungan Allah SWT," demikian anak itu bertanya-tanya tentang nasib ayahnya.
Terkait dugaan penahanan WNI yang berprofesi sebagai kapten kapal tanker oleh aparat penegak hukum di China ini, VOI sudah mencoba menghubungi pihak Kemenlu dan PWNI. Namun, hingga saat ini belum ada jawaban dari pihak terkait.