LPSK Tawarkan Bantuan Perlindungan kepada Nikita Mirzani

JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menawarkan bantuan perlindungan kepada artis Nikita Mirzani yang mendapatkan ancaman penggerudukan di kediamannya. Ancaman ini disampaikan oleh seorang pendukung Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, Maaher At-Thuwailibi yang tersinggung dengan pernyataan Nikita.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, lembaganya itu tengah memonitor perkembangan kasus yang menimpa Nikita dan siap memberikan perlindungan jika diminta.

"LPSK sedang memonitor perkembangan kasus yang menimpa Nikita Mirzani dan siap memberikan perlindungan bila memang dibutuhkan. Bagi pihak yang merasa terintimidasi bahkan mendapatkan ancaman secara langsung, LPSK meminta yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan dan nanti akan kita telaah bagaimana posisi kasusnya," kata Edwin dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu, 14 November.

Diketahui, ancaman penggerudukan ini disampaikan Maaher melalui sebuah video yang kini tersebar di media sosial. Adapun awal permasalahannya, Nikita sempat menyebut Rizieq sebagai 'tukang obat' setelah dia mengeluhkan kepulangan pentolan FPItersebut membuat kemacetan di sejumlah jalanan di wilayah Jakarta.

Kembali ke Edwin, dia lantas menyayangkan adanya aksi intimidatif penggerudukan rumah tinggal semacam ini. Dirinya mengatakan, tindakan main hakim seperti ini seharusnya tidak dilakukan.

Edwin menyarankan, jika ada tindakan main hakim sendiri yang melanggar aturan hukum, sebaiknya dilaporkan ke pihak kepolisian. 

"Apabila memang ada hukum yang dilanggar pihak lain, LPSK menyarankan untuk menggunakan cara yang lebih bijak yaitu membawanya ke kepolisian untuk kemudian diproses secara hukum," tegasnya.

Dirinya juga berharap polisi sebagai aparat penegak hukum juga bisa mengambil langkah antisipatif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang berpotensi menimbulkan gesekan antar kelompok di tengah masyarakat. Apalagi, tindak kekerasan dan intimidasi bukanlah solusi.

Lebih lanjut Edwin juga meminta kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya para individu yang kerap mendapat perhatian publik untuk juga memperhatikan aturan dan etika dalam menyampaikan pendapatnya di ruang publik.

"Kebebasan berpendapat juga dibatasi oleh aturan, sehingga dalam mengemukakan statement ke media sosial atau semisalnya, tidak boleh serta merta melakukan penghinaan dan ujaran kebencian, apalagi bila bersinggung dengan topik yang sangat sensitif saat ini seperti SARA," pungkasnya.