Ini Contoh Hebat Perjuangan dan Jalan Terjal Penyandang Tuna Netra Jadi Programer
JAKARTA - Penyandang disabilitas masih dipandang sebelah mata oleh banyak pihak. Dengan keterbatasan yang dimiliki, penyandang disabilitas dianggap tidak mampu melakukan kegiatan seperti non disabilitas. Padahal, penyandang disabilitas juga manusia biasa yang juga memiliki potensi untuk berkembang.
Hal ini yang dirasakan penyandang disabilitas tunanetra Aris Yohanes Elean. Pria kelahiran Pemalang ini, tak menyerah hadapi rintangan untuk manggapai cita-cita menjadi programer.
Dia pun bercerita, kesukaan mengotak-atik bahasa pemrograman ini berawal saat dirinya mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pembina Tingkat Dasar pada tahun 1996. Di sekolah itu, terdapat komputer khusus yang memiliki fitur pemrogaman.
"Karena program di situ, saya bisa bikin yang baru dari hal belum ada. Mulai dari itu saya senang sekali. Sehingga saya mulai sendiri komputer yang biasa, penasaran kepada komputer yang biasa. Ternyata saya cepat memahami, saya tanya-tanya teman yang terlebih dahulu menggunakan," ujar Aris, dalam keterangannya, Rabu 3 Agustus.
Dengan minat itu, pria yang pernah menjadi pengajar komputer bicara bagi tunanetra ini mengikuti program dari Yayasan Mitra Netra yang saat itu masih di wilayah SLB tersebut. Meskipun begitu, Aris mengaku lebih sering mempelajari secara otodidak bahasa pemrograman.
Menurut Aris, saat ini tuna netra tidak hanya bisa menggunakan komputer khusus, seiring perkembangan zaman dan teknologi penyandang tuna netra bisa menggunakan komputer biasa.
"Jadi Yayasan mitra netra, memang waktu itu gedung lama Mitra Netra satu gedung dengan sekolah saya SD, jadi karena satu lokasi saya berkunjung ke mitra netra mengikuti program mereka, berbagai macam. Tapi saya lebih banyak otodidaknya, yang saya ikuti mengetik 10 jari," tutur dia.
Karena bertekad untuk menjadi programer, selepas sekolah menengah atas tahun 2007, pembuat situs karya tuna netra ini ingin melanjutkan pendidikan tinggi di jurusan Teknik Informatika (TI). Akan tetapi, tekad Aris tidak berjalan mulus, karena pada saat itu belum ada Universitas yang membuka pendaftaran khusus jurusan TI untuk tuna netra.
Selama satu dekade pada 2017, tekad Aris menemukan titik cerah. Salah satu Universitas di Tangerang Selatan membuka pendaftaran jurusan IT kepada penyandang tuna netra.
Adanya harapan itu, salah satu pembuat Sofware Massa ini langsung mendaftar dan juga mendapatkan beasiswa dari Universitas Pamulang (Unpam). Selama lima tahun menggeluti perkuliahan IT, akhirnya Aris telah mencapai cita-citanya untuk menjadi sarjana dan menguasai bahasa pemrograman, seperti masyarakat normal.
"Jadi apapun tinggal kemauan, ada kemauan di situ ada jalan, bagi kami tuna netra, ada kemauan tapi kebanyakan tidak jalan, apalagi dengan kemajuan teknologi semuanya terbantu," pesan Aris.
Keberhasilan Aris mengenyam pendidikan tinggi di bidang IT ini tidak lepas dari usaha sukarelawan dari Perusahaan IT Multinasional untuk membuka kelas pemrograman untuk tuna netra yang digagas Pandu Sastrowardoyo bersama Eno Retno Wulansari.
Baca juga:
- Moeldoko: Kondisi Ekonomi Nasional Relatif Cukup Baik Dibandingkan Negara Lain
- Laris Manis NFT Pertama! Polisi Dubai Ngegas Luncurkan Koleksi NFT Kedua
- Pengembang Real Estate di Dubai Terima Pembayaran Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH)
- Dubai Bakal Jadi Kota Ramah Kripto, Al Maktoum: Masa Depan adalah Milik Siapa Pun yang Merancangnya
Eno Menjelaskan, perusahaan IT Multinasional memberikan dukungan infrastruktur jalannya kelas mulai dari laptop, software hingga dosen-dosen yang mengajarkan bahasa pemrograman untuk Aris dan dua penyandang tuna netra lainnya.
"Jadi, memahami kampus yang merangkul kaum marginal. Dan sudah mempunyai sistem modul softcopy material, sehingga saya berpikir cocok untuk teman-teman tuna netra, mereka bisa mengakses file materi kuliah sebelum memulai perkuliahan di kelas, serta menyakinkan para dosen untuk berproses bersama. Alhamdulillah, sekarang sudah lulus 1 tunanetra jurusan IT, menyusul Agustus ini 1 lagi jurusan IT Pak Sugiyo," ucap dia.
Sementara, Pandu Sastrowardoyo melihat, kemampuan tuna netra tidak kalah, bahkan bisa lebih konsentrasi dan teliti dibanding programmer biasa.
"Karena itu saya dan rekan-rekan terinspirasi untuk menginisasi program IBM untuk membantu tuna netra belajar programming dan mengakses buku braille digital," kata Pandu yang juga founder beberapa perusahaan crypto, termasuk myriad, realitychain, dan debio.