Korban Sepakat Damai, Kasus Penganiayaan Bocah 15 Tahun di TTS NTT Dihentikan Secara Keadilan Restoratif
NTT - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menghentikan proses kasus tindak pidana penganiayaan dengan tersangka Adrianus Thius melalui proses mekanisme keadilan restoratif.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abdul Hakim mengatakan kedua belah pihak yang bertikai juga sudah menyatakan kesepakatan damai.
"Kasus tindak pidana penganiayaan ini telah dihentikan proses penuntutannya melalui mekanisme keadilan restoratif," kata Abdul di Kupang, NTT, dikutip dari Antara, Rabu 3 Agustus.
Ia menjelaskan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana dalam kegiatan ekspose yang dilakukan secara daring menyetujui kasus tindak pidana yang dilakukan tersangka
Adrianus Thius sebelumnya berstatus tersangka dianggap melanggar Pasal 80 ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Atau Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Baca juga:
- Air PAM yang Dikelola Palyja Bocor Hingga 48 Persen, Pansus DPRD DKI: Tidak Adil, Warga Membayar Airnya Tidak Sampai ke Rumah
- Soal Surya Darmadi, ICW: Pemerintah Harus Aktif Komunikasi dengan Singapura
- Eks Danki D AKP R Dipecat Tidak Hormat Imbas Tewasnya Bripda Diego Diserang KKB di Napua Jayawijaya
- Alasan Bupati Mamberamo Tengah Berikan Uang ke Presenter TV Tetap Bakal Ditelisik KPK
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana dalam kegiatan ekspose mengatakan, pasal yang disangkakan kepada tersangka lantaran melakukan penganiayaan terhadap Irvan Alehandro Sipa (15). Namun, selanjutnya dihentikan proses penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif.
Abdul Hakim mengatakan, beberapa pertimbangan dilakukan penghentian proses penuntutan kasus penganiayaan dilakukan Adrianus Thius karena tersangka baru pertama kali melakukan tindakan pidana. Termasuk ada perdamaian antara tersangka dengan korban yang melibatkan orang tua korban.
Selain itu tindak pidana yang dilakukan hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun.
Dia menjelaskan, Kepala Kejari TTS segera menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sebagai bentuk kepastian hukum sesuai Peraturan Jaksa Agung RI nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.