MUI Minta Polri Usut Tuntas Kasus ACT: Negara Bisa Kocar-Kacir

JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Bareskrim Polri mengusut tuntas kasus dugaan penyelewengan dana donasi yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Usut tuntas guna menyibak aliran dana yayasan amal demi transparansi kepada para donatur yayasan amal tersebut.

"Ditegakkan hukumnya sampai ketemu bahwa sesungguhnya itu sesuai atau tidak sesuai. Negara ini negara hukum, kalau tidak ditegakkan bisa kocar-kacir," kata Pj Ketua Umum MUI Marsyudi Suhud kepada wartawan, Senin, 1 Agustus.

Dengan diusut tuntas kasus dugaan penyelewengan dana donasi itu, masyarakat bisa mengetahui kebenaran di baliknya. Termasuk, aliran dana itu digunakan dan disalurkan ke mana saja.

"Intinya masyarakat akan mengetahui bahwa sesungguhnya ada penyelewengan atau tidak setelah ditetapkan empat tersangka," katanya.

"Para penyumbang akan tahu dikemanakan barangnya, untuk apa saja," tambahnya.

Lebih jauh, Marsyudi mengimbau masyarakat untuk memilih lembaga yang kredibel untuk menyalurkan donasi. Sehingga, bantuan bisa sampai kepada yang berhak.

"Saya yakin masih ada lembaga lain yang menyalurkan donasi itu, maka cari lembaga terbaik yang amanah yang bisa mewakili para pendonasi untuk menyampaikan kepada pihak-pihak yang terdata," kata Marsyudi.

Sebagai informasi, ACT menyelewengkan dana donasi dari Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 senilai Rp34 miliar.

Sedianya, Boeing memberikan dana bantuan bagi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 sekitar Rp138 miliar. Tetapi yang digunakan hanya Rp103 miliar.

Dalam kasus ini, Ahyudin dan Ibnu Khajar telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka merupakan eks dan Presiden ACT.

Kemudian, penyidik juga menetapkan dua petinggi ACT lainnya sebagai tersangka. Mereka berinisial H dan NIA selaku anggota pembina ACT.

Dalam kasus ini, para tersangka dipersangkakan Pasal 372 dan 374 KUHP, Pasal 45a Ayat 1 Jo Pasal 28 Ayat 1 UU ITE.

Kemudian Pasal 70 Ayat 1 dan 2 Jo Pasal 5 UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan. Serta Pasal 3,4 dan 5 tentang TPPU dan Pasal 55 Jo 56 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara.