Eksklusif, Kata Ketua KASN Agus Pramusinto, Banyak Temuan Perilaku ASN yang Melanggar di Medsos
Media sosial atau medsos menjadi wadah baru untuk berinteraksi bagi banyak orang, termasuk ASN (Aparatur Sipil Negara). Namun dalam konteks pilkada, kata Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof. Dr. Agus Pramusinto, MDA, sering kali ASN terjerembab dalam perilaku pelanggaran di ranah medsos. Pelanggaran di medsos termasuk yang paling banyak dilakukan pada abdi negara.
***
Pemilihan umum (pemilu) dan juga pilkada adalah salah satu indikator dalam berdemokrasi di sebuah negara. Pemilu digelar dalam rangka sirkulasi dan rotasi kekuasaan agar tidak terjadi kekuasaan yang absolut. Proses pemilu yang jujur, adil dan demokratis sudah selayaknya dilaksanakan dan dipatuhi semua pihak. Tujuannya agar pemimpin baru yang menang dalam pilkada memiliki legitimasi yang kuat.
Oknum ASN yang tidak netral kerap menjadi pihak yang disorot dalam pelaksanaan pilkada oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Soalnya mereka yang diharuskan bersikap netral dalam kenyataannya sering melakukan pelanggaran atas peraturan yang ada.
Menurut Ketua KASN Prof. Dr. Agus Pramusinto, MDA, aturan soal netralitas ASN ini sudah dipermanenkan dalam sebuah kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh pimpinan lembaga dan kementerian terkait pada tahun 2020. “Ada SKB antara Menpan-RB, Mendagri, Kepala KASN dan Ketua Bawaslu soal netralitas ASN,” katanya.
Di antara pelanggaran yang paling sering dilakukan ASN adalah penggunaan media sosial yang tidak tepat, bisa untuk mendukung atau sebaliknya menjatuhkan salah satu calon. Jumlah kasus dugaan pelanggaran yang dilaporkan ribuan. “Kasus pelanggaran dalam pilkada 9 Desember 2020 lalu yang diadukan ke KASN ada 2.034 kasus. Yang terbukti melanggar sebanyak 1.596. Dari jumlah aduan yang masuk terbesar pelanggaran di medsos, bisa like, dislike atau foto bersama dengan calon. Dari kasus itu yang disanksi sebanyak 86 persen. Dari sisi itu ada peningkatan yang signifikan. Ini terbanyak dari pilkada sebelumnya yang hanya 30 persen,” terangnya.
Pelanggaran seperti ini kerap terulang lagi pada pilkada berikutnya. Menurut perkiraan Agus, hal ini bisa terjadi karena diduga ada simbiosis mutualisme antara ASN dan calon. Calon kepala daerah punya kepentingan untuk menang, sedangkan ASN punya kepentingan untuk promosi dan naik jabatan. Dalam kondisi seperti inilah bertemu kepentingan keduanya.
Karena itu Agus Pramusinto mengharapkan agar ASN tidak mengulang kesalahan yang sama. Tak perlu takut tidak dipakai oleh pemimpin baru kalau seorang ASN memiliki kompetensi dan integritas. “Kami mengharapkan ASN itu profesional dalam arti punya integritas dan memiliki kompetensi. Dalam konteks pilkada dan pemilu ASN harus netral atau tidak memihak,” katanya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI yang menemuinya di Kantor KASN Jakarta Selatan belum lama berselang. Inilah petikannya.
ASN sejatinya harus netral saat ada perhelatan politik, karena siapa pun yang menjadi pemenang dalam kontestasi politik itu, ASN yang akan menjadi partner para politisi dalam menjalankan pemerintahan, selama ini seperti apa realitas yang terjadi?
ASN itu memang harus netral, karena mereka itu adalah pelayan publik. Saat ada pilkada atau pemilu mereka tidak boleh ditarik-tarik oleh kepentingan partai politik atau pejabat tertentu yang menjadi calon. Dalam pilkada dan pemilu mereka hanya berhak menyalurkan hak politiknya di bilik suara. Selebihnya ASN tidak bisa ikut-ikutan, mulai dari hal kecil seperti dukungan mendukung lewat sosmed, kampanye langsung atau tidak langsung, atau ikut deklarasi, itu semua sudah diatur.
Meski dilarang, dalam setiap pilkada selalu ada oknum ASN yang ketahuan berpihak pada calon tertentu, bagaimana soal ini?
Kasus pelanggaran dalam pilkada 9 Desember 2020 lalu yang diadukan ke KASN ada 2.034 kasus. Yang terbukti melanggar sebanyak 1.596. Terbesar itu pelanggaran di medsos, bisa like, dislike atau foto bersama dengan calon. Dari kasus itu yang disanksi sebanyak 86 persen. Dari sisi itu ada peningkatan yang signifikan. Ini terbanyak dari pilkada sebelumnya yang hanya 30 persen.
Ada problem yang serius dari ASN dalam konteks pelanggaran ini, yaitu terdapat simbiosis mutualisme antara ASN dan calon. Calon punya kepentingan untuk menang, sedangkan ASN punya kepentingan untuk promosi dan naik jabatan. Dalam kondisi seperti inilah bertemu kepentingan ASN dan calon kepala daerah yang ikut pilkada. Incumbent itu bukan hanya butuh suara dari bilik suara, tapi seluruh resourses yang dimiliki birokrat. Terutama yang dipegang pejabat yang bisa mengendalikan ASN. Misalnya Kepala Dinas Pertanian, dia bisa digunakan untuk memobilisir daerah tertentu yang bisa mendukung calon. Tentu saja KASN menegaskan kalau aturan itu ada dan harus ditegakkan. Implikasi kalau melanggar juga sudah jelas. Sanksinya mulai ringan (teguran), yang sedang seperti penundaan kenaikan pangkat, sampai berat harus keluar dari ASN, contohnya kalau sudah punya kartu anggota parpol.
Apa ada kasus ASN yang diberhentikan dalam pilkada sebelumnya?
Dalam pilkada yang lalu tidak ada ASN yang melanggar seperti masuk partai politik tertentu. Yang dicopot dari jabatannya banyak. Contohnya seorang Kepala Dinas sudah ikut deklarasi parpol tertentu. Konsekwensinya seperti itu (dicopot dari jabatan).
Tadi ada tren peningkatan pelanggaran ASN dalam pilkada, apa langkah yang akan dilakukan KASN ke depan terutama menghadapi pemilu 2024?
Pertama kami melakukan edukasi kepada ASN dan calon, bisa pejabat yang maju lagi. ASN sendiri kadang tidak faham, kalau melakukan like atau dislike pada seorang calon itu sudah masuk dalam kategori pelanggaran (ringan). Edukasi secara masif lewat webinar dan kunjungan. Kami juga harus memastikan kalau ASN paham pada sanksi yang diakibatkan dari pelanggaran itu. Tetapi kita berharap ada perubahan pada PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) yang saat ini dipegang oleh politisi. Kalau terjadi pergantian Kepala Daerah, mereka yang menentukan. Kita berharap PPK itu Sekda, sehingga bisa menjaga jarak dari politik. Walau pun ada kekhawatiran kalau Sekda bisa menentukan pemindahan pejabat ada semacam “matahari kembar” . Setidaknya itu salah satu yang bisa kita lakukan.
Selama ini apa karena sanksi atas pelanggaran pilkada itu ringan sehingga terulang dan terulang lagi atau ada persoalan lain?
Di daerah itu rekomendasi seseorang disanksi malah dijadikan bukti kalau dia memang mendukung calon tertentu. Bupati atau Wali Kota yang menang kadang tidak melakukan sanksi. Ini yang sering salah paham. Kadang pelanggaran jika dilakukan pendukung dilambatkan atau dibiarkan, sebaliknya kalau pelanggaran dilakukan lawan politik langsung diterapkan.
Yang dilakukan KASN memperkuat kolaborasi dengan BKN. PPK itu kadang lambat saat diancam mau diblokir baru mereka bergerak. Kalau sudah diblokir akan kesulitan saat akan naik pangkat dan saat akan pensiun. Ada SKB antara Menpan-RB, Mendagri, Ketua KASN dan Ketua Bawaslu. Saat ada pelanggaran namun sanksi tidak diterapkan oleh PPK, kami akan bersurat ke Kemendagri. Selanjutkan Kemendagri akan bersurat ke daerah-daerah untuk merealisasikan sanksi pada ASN yang terbukti melanggar.
Apa masukan dari KASN agar sanksi benar-benar diterapkan?
Problem kita selama ini memang lemah dari penegakan hukum. KASN hanya bisa memberikan rekomendasi, tanpa bisa memberikan sanksi. Seorang ASN yang melanggar tidak punya hak untuk duduk pada posisi tertentu. Selama ini KASN seperti “macan ompong”. Rekomendasinya sering diabaikan.
Kami terus mengevaluasi SKB dengan beberapa Kementerian dan instansi terkait pelanggaran yang dilakukan ASN dan hal-hal yang perlu diperbaiki. Ada satu hal yang saya terima dari calon yang berasal dari ASN. Mereka dilarang melakukan pendekatan kepada ASN, karena dianggap melanggar netralitas. Padahal hal itu wajar dilakukan. Solusinya, silahkan melakukan pendekatan asal tidak menggunakan fasilitas negara dan tidak memobilisasi ASN. Kegiatan itu tidak boleh dilakukan pada hari kerja. Aturannya seperti itu tapi pada kenyataanya berbeda. Ini harus didiskusikan lagi agar keluhan ASN yang akan mencalonkan punya ruang untuk melakukan pendekatan.
Bicara soal mobilisasi ASN sudah dilakukan sejak dulu, saat ini peluang untuk itu seberapa besar bisa dilakukan?
Dibandingkan dengan orde sebelumnya jelas jauh berkurang. Dulu memobilisasi ASN dilakukan secara sistematis oleh penguasa. Sampai proses pemilihan pun dilakukan di kantor. Saat itu bisa terlacak siapa yang tidak mendukung partainya penguasa atau calonnya pemerintah. Sekarang hal itu sudah jarang ditemukan. Yang ada incumbent memanfaatkan Kepala Dinas tertentu untuk mengarahkan programnya dan mendukung kampanye dia. Memberikan bantuan ke petani yang jadi lumbung suara dia. Itu juga berlaku untuk bidang lain seperti kesehatan, pendidikan, dll. Ada juga yang terjadi kepala dinas diminta membantu persiapan kampanye dan ikut deklarasi. Kami harus memberikan pemahaman terus-menerus kalau yang dilakukan itu melanggar netralitas. Kalau siap dengan sanksi silahkan.
KASN itu ruang geraknya terbatas. Kalau ada masalah kami diskusikan dengan Kemenpan-RB, Kemendagri, dan Bawaslu. Karena KASN menegakkan aturan yang ada. KASN tidak punya ruang untuk membuat aturan. Misalnya ada calon Bupati atau Wali Kota, istrinya yang ASN bagaimana? Terus kalau ada yang bertamu ke rumah calon dari ASN dan istrinya menyuguhkan minuman apakah itu melanggar? Hal-hal seperti ini yang muncul dalam perdebatan. Akhirnya disarankan istrinya cuti dulu dari ASN selama suaminya ikut kampanye pilkada.
Baca juga:
Dukungan kadang-kadang dilakukan diam-diam, soalnya kalau terang-terangan takut, bagaimana KASN melihat hal ini?
Kami juga bekerjasama dengan Badan Siber dan Lembaga Sandi Negara untuk melacak ASN yang melakukan pelanggaran seperti itu. Namun sekarang kita masih berdasarkan pada pengaduan lewat sistem netralitas atau lewat Bawaslu. Kalau kita punya alatnya kita akan melakukan pemantauan. Kita masih pasif sampai saat ini, bertindak masih berdasarkan aduan.
Idealnya ASN itu seperti apa menurut Anda?
Kami mengharapkan ASN itu professional dalam arti punya integritas dan memiliki kompetensi. Dalam konteks pilkada dan pemilu ASN harus netral atau tidak memihak. Nah kepala daerah mengatakan tidak cukup dengan kompetensi dan integritas, namun juga membutuhkan ASN yang mendukungnya. Ini anggapan yang kurang tepat kalau tidak memilih dianggap tidak mendukung dia. Yang namanya chemistry itu tidak hanya pada kepala dinasnya, tetapi kepada seluruh organisasi itu. Di perusahaan swasta berlaku seperti itu juga, kompetensi dan integritas, soal kenal atau tidak kenal itu tak jadi soal. Pokoknya target pekerjaan harus tercapai. Dukungan langsung atau chemistry itu tidak masuk akan menjadi alasan.
Selain soal netralitas dalam pilkada apalagi pelanggaran yang sering terjadi dalam pantauan KASN?
Yang terbanyak soal pelanggaran ikut kampanye di sosmed, komentarnya calon ini layak, calon ini layak untuk menang dan seterusnya. Sejauh ini pelanggaran seperti itu yang paling banyak terjadi.
Di luar pilkada apa ada pelanggaran juga, seperti apa?
Ada tapi jarang sekali, tempo hari ada di suatu instansi seorang ASN yang menggunakan seragam mirip sekali dengan partai tertentu. Itu tidak terkait dengan pilkada tapi sudah dianggap melanggar.
Untuk kasus seorang kader partai yang diangkat menjadi Menteri, kadang waktunya harus berbagi antara urusan kementerian dan partai, bagaimana dengan hal seperti ini?
Seorang kader partai tertentu yang sudah dipercaya oleh presiden menjadi Menteri, mestinya punya jiwa negarawan yang tinggi. Dia harus meletakkan diri sebagai negarawan. Kepentingan negara harus dinomorsatukan di atas kepentingan yang lain. Boleh saja dia aktif untuk partainya, namun yang harus diprioritaskan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan parpolnya.
Apa yang akan Anda sampaikan kepada para ASN untuk selalu bersikap netral?
ASN itu memang tidak boleh ditarik ke sana ke mari, dia harus netral. ASN tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis. Kadang tanpa ditarik pun mereka sengaja nempel kepada politisi. Ini biasanya dilakukan oleh ASN yang kompetensinya tanggung. Jadi ragu untuk ikut kompetensi terbuka buat jabatan kepala dinas, sekda dan lain sebagainya. Cara yang digunakan dengan menempel ke politisi. Jadi pastikan ASN itu harus netral. Yang harus dilakukan adalah meningkatkan kompetensi. Kalau punya kompetensi dan integritas siapa pun yang terpilih dalam pilkada, dia akan dipakai. Kepala daerah itu akan menyelesaikan visi dan misinya, logikanya mereka akan memilih ASN yang terbaik dan memiliki kompetensi. Kalau memilih orang yang asal mendukung itu sama saja dengan bunuh diri. Kadang kala kepala derah itu mengalami dilema. Ada tim sukses yang sering memengaruhinya dalam mengambil kebijakan. Kepala daerah terpilih ingin balas budi atas kebaikan masyarakat.
Setiap hari kami menerima kepada daerah 3 sampai 4 sehari. Mereka ingin melakukan pergantian. Dalam mengganti ASN itu tidak bisa sembarangan atau suka-suka saja. Silahkan ganti ASN, tapi harus ikuti prosedurnya. Kalau ada pelanggaran lakukan pemeriksaan. Kalau seorang ASN dianggap tidak berkinerja lakukan evaluasi. Kalau ada bukti kami tidak akan mempersoalkan, tapi kalau tidak ada bukti (mengganti jabatan ASN), kami akan berdiri melindungi ASN. Mereka punya hak untuk bekerja dengan tenang dan tidak diinterpensi secara politik.
Saya kira harus ada sekolah untuk calon kepada daerah. Saat memilih orang ada aturannya. Saat mengganti seseorang juga begitu. Bupati atau kepada daerah yang tidak punya latar belakang birokrasi kadang seenaknya saja mengganti ASN. Ini yang berbahaya. Enam bulan setelah menjabat tidak boleh mengganti pejabat di daerah kecuali ada izin dari Mendagri. Seseorang yang belum dua tahun tidak bisa digeser dari jabatannya.
Sepuluh Ribu Langkah dalam Sehari Ala Profesor Agus Pramusinto
Banyak cara yang bisa dilakukan dalam untuk menjaga kesehatan jasmani. Ketua KASN Prof. Dr. Agus Pramusinto, MDA, dengan cara melakoni olahraga jalan dan berlari. Targetnya sepuluh seribu langkah dalam sehari.
“Saya menyadari tugas yang berat sebagai Ketua KASN harus dipertahankan dengan menjaga kesehatan fisik. Karena itu saya harus menjaga kesehatan dengan cara berolahraga secara rutin. Seperti saat ini yang saya lakoni olahraga jalan,” kata pria kelahiran Pemalang, Jawa Tengah, Desember 1963.
Saat ditanya berapa langkah olahraga jalan yang dilakukan dalam sehari, dengan lugas dia menjawab sepuluh ribu langkah. Dia memang punya target dalam melaku sesuatu termasuk berolahraga. “Target saya sepuluh ribu langkah sehari yang saya bagi dalam waktu pagi, siang dan malam. Setelah salat subuh saya keliling di sekitar rumah sekitar 3.000 langkah. Lalu setelah salat zuhur sekitar 3.000 langkah lagi. Dan sisanya saya berjalan lagi usai shalat isya” katanya.
Menurut Agus sudah sepuluh tahun terakhir dia melakoni olahraga yang low impact seperti berjalan. Sebelumnya ia masih berani melakoni olahraga tenis lapangan dan bulu tangkis.
“Dulu saya memang melakoni olah raga yang bersifat kolektif seperti tenis lapangan dan bulutangkis. Itu kan harus bersama dengan partner, minimal dua orang. Sekarang saya memilih olahraga yang ringan saja. Dan tidak harus tergantung pada orang lain. Kalau berjalan bisa sendirian saja, tanpa harus melibatkan orang lain,” ungkap sarjana S1 jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (1989).
Dengan berolahraga sendiri ini, bagi Agus termasuk caranya menjaga motivasi diri. Bahwa berolahraga itu tidak harus bergantung pada orang lain. Sendiri pun bisa dilakukan. Yang penting ada niatnya untuk terus bergerak dan membikin raga menjadi sehat.
“Saya pernah baca sebuah buku. Bahwa orang yang mampu secara konsisten berolahraga tanpa harus melibatkan orang lain adalah orang yang mampu mengendalikan diri sendiri. Dan orang yang demikian berpotensi untuk menjadi seorang good leader atau pemimpin yang baik,” kata Agus yang menyelesaikan studi S2 juruan Administrasi Pembangunan, Fakultas Pusat Nasional Studi Pembangunan / NCDS, Universitas Nasional Australia, Canberra, Australia (1997).
Makanan
Selain dengan berolahraga, cara untuk menjaga kesehatan berikutnya yang dilakukan Agus adalah dengan menjaga asupan makanan dalam porsi yang cukup, tidak berlebihan. “Kalau ditanya apakah sekarang sudah ada makanan yang dipantang alhamdulillah belum ada. Namun seperti tadi dalam berolahraga saya membatasi yang berat, saya juga mengurangi asupan makanan agar terjaga dalam porsi yang cukup,” urainya.
Dan pengolahan makanan yang disantap juga penting bagi Agus. Dia kini lebih banyak menyantap makanan yang diolah dengan cara direbus atau kukus. “Saya sekarang menyantap sayuran dan makanan lainnya yang diolah dengan cara dikukus atau direbus,” lanjut pria yang menuntaskan S3 di jurusan Kebijakan dan Tata Kelola, Fakultas Sekolah Ekonomi dan Pemerintahan Asia Pasifik / APSEG, di Universitas Nasional Australia, Canberra, Australia (2005).
Ternyata ada yang memotivasi Agus untuk menjaga kesehatan dan menjaga asupan makanan adalah momen tahunan yang digelar setiap ulang tahun di almamater dan tempatnya mengajar. “Di UGM setiap tahun dilakukan general check up. Dari situ kelihatan berapa kadar gula darah, asam urat, kolesterol dan lain sebagainya. Dan saya yang selalu tinggi itu kadar kolesterol, karena itu saya mulai melakukan pembatasan secara mandiri,” ungkapnya.
Menurut dokter, masih kata Agaus, kadar kolesterol tinggi itu bukan hanya dari makanan, namun juga bisa dari beban pekerjaan. “Kata dokter beban pekerjaan yang tinggi juga bisa menyebabkan kolesterol meningkat dan emosi,” katanya.
Untuk mengendalikan emosi yang Agus memilih melakoni puasa sunah Senin-Kamis. “Saya mencoba sebisa mungkin mengendalikan emosi yang membantu mengendalikan kolesterol dengan mencoba puasa Senin dan Kamis. Dengan puasa diharapkan bisa mengurangi emosi dan selanjutnya bisa mengurangi kadar kolesterol,” katanya.
Konsep yang dilakoni Guru Besar Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM ini adalah mencegah sebelum terjadi atau mencegah sebelum penyakit hadir. “Alhamdulillah sampai seusia ini saya belum pernah dirawat di rumah sakit untuk penyakit yang berat. Selama ini penyakit saya saya alami batuk dan pilek. Semoga kondisi ini bisa terus terjaga sampai selanjutnya,” harap Agus Pramusinto.
“Kami mengharapkan ASN itu profesional dalam arti punya integritas dan memiliki kompetensi. Dalam konteks pilkada dan pemilu ASN harus netral atau tidak memihak. Kalau punya kompetensi dan integritas siapa pun yang terpilih dalam pilkada, dia akan dipakai. Kepala daerah itu akan menyelesaikan visi dan misinya. Logikanya mereka akan memilih ASN yang terbaik dan memiliki kompetensi,”