DPR Minta Kemendikbud Tak Sembarang Saat Menyusun Buku Pelajaran Sekolah
JAKARTA - Buku cetak Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) SMP kelas 7 ditarik Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk direvisi lantaran ada kesalahan materi.
Komisi X DPR mengingatkan Kemendikbudristek untuk cermat dan berhati-hati dalam menyusun materi buku-buku pelajaran sekolah.
Adapun kesalahan materi dari buku PPKn SMP kelas 7 yakni mengenai konsep Ketuhanan dan Trinitas dalam agama Kristen. Permasalahan ini ramai disorot di media sosial hingga membuat sejumlah pihak melontarkan protes.
“DPR menyayangkan sekaligus mengingatkan Kemendikbudristek untuk selektif dalam menentukan penulis buku, apapun jenis bukunya, terutama yang akan menjadi pegangan wajib bagi siswa,” kata Anggota Komisi X DPR RI, Andreas Hugo Pareira, Jumat 29 Juli.
Komisi di DPR yang membidangi urusan pendidikan ini meminta Kemendikbudristek melibatkan pakar dari berbagai latar belakang untuk setiap penyusunan materi pembelajaran. Hal ini, kata Andreas, guna menghindari terjadinya kekeliruan materi di buku pelajaran sekolah.
“Khusus menyangkut agama, sebaiknya melibatkan penulis yang benar-benar mempunyai keahlian dalam agama dan sebaiknya dari agama yang sama dengan bidang keagamaan yang ditulis,” tuturnya.
“Ini untuk menghindari ketidakpahaman yang memicu kecurigaan antar-pemeluk agama,” imbuh Andreas.
Legislator dari Dapil NTT I itu pun mengingatkan, penyusunan buku pelajaran harus melalui proses verifikasi sebelum resmi diedarkan. Andreas mengungkap, buku pelajaran tidak boleh asal dibuat karena bisa berdampak fatal.
“Menulis tentang agama sebaiknya juga tidak menyangkut dogma dalam agama tetapi lebih menyangkut pemahaman informasi umum tentang agama tertentu,” tegasnya.
Sekalipun dalam proses revisi buku PPKn kelas 7 Kemendikbud melibatkan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Andreas khawatir muatan materi sebelumnya telah diterima siswa sehingga memungkinkan terjadinya informasi sesat.
“Seharusnya Kemendikbud melibatkan pakar atau ahli yang memang kompeten di bidangnya sejak awal penyusunan buku materi pelajaran,” ungkap Andreas.
Baca juga:
- Korban Curanmor di Pasar Rebo Sebut Pelaku Bawa Senjata Api, Buka Pintu saat Adzan Berkumandang Agar Tidak Terdengar
- Komisi V Minta Seluruh Perlintasan Sebidang Ditutup Buntut Kecelakaan Fatal Odong-odong
- KSAD Jenderal Dudung Pastikan TNI AD Dilibatkan dalam Autopsi Jasad Kopda Muslimin
- Depok Promosi Alun-alun dan Taman untuk Ruang Ekspresi Remaja di Tengah Fenomena 'SCBD'
Permasalahan terkait materi buku pelajaran yang keliru bukan hanya terjadi pada buku PPKn soal konsep Trinitas dalam agama Kristen saja. Andreas mengingatkan, persoalan serupa juga sudah pernah terjadi sebelumnya meski dalam konteks materi yang berbeda.
“Kekeliruan dalam buku PPKn merupakan fenomena gunung es dari buruknya proses penyusunan buku materi pelajaran yang dilakukan Kemendikbud,” tukasnya.
“Penyusunan materi pelajaran seharusnya dikerjakan secara ilmiah dan bertanggung jawab. Tidak boleh hanya sekadar proyekan yang menguntungkan sekelompok orang secara materi,” sambung Andreas.
Untuk itu, DPR RI meminta seluruh buku materi pelajaran yang telah dicetak Kemendikbud untuk dikaji ulang dan diteliti secara seksama. Andreas menyebut, bukan tidak mungkin ada kekeliruan lainnya di buku pelajaran siswa sekolah bila menilik permasalahan yang terjadi ini.
“Kalau Pemerintah Pusat saja sudah menyampaikan ilmu pengetahuan yang tidak tepat, bukan tak mungkin generasi muda masa depan bangsa Indonesia bakal
memiliki pemahaman sesat dalam memahami agama-agama yang ada di Indonesia,” urainya.
Andreas mengatakan, sikap toleran serta saling menghormati antar-pemeluk agama berbeda hanya bisa ditumbuhkan jika ada pemahaman yang tepat dari agama-agama yang ada di Indonesia.
“Sesat pikir akibat kekeliruan pelajaran dapat berakibat fatal bagi kebinekaan serta persatuan dan kesatuan Indonesia,” tutup Andreas.