Begini Penjelasan Sri Mulyani soal Transisi Energi dan Implikasinya ke APBN

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa upaya mendorong penggunaan energi bersih membawa konsekuensi tersendiri terhadap pengelolaan keuangan negara.

Menurut dia, cita-cita transisi energi yang kini digencarkan pemerintah bisa dipastikan berimplikasi kepada APBN.

Sebagai contoh, Menkeu menyebut jika wacana pemerintah untuk mempensiunkan dini sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih tetap on track.

“Upaya melakukan pensiun dini PLTU pasti membawa dampak dari penyediaan dana. Untuk itu kita harus mengkalkulasi karena banyak dari PLTU memiliki kontrak jangka panjang dengan PLN. Sehingga, agar bisa menghormati kontrak itu sekaligus melakukan pensiun dini PLTU pasti membutuhkan kompensasi dari pemerintah dan ini menjadi hal yang penting,” ujarnya ketika menjadi pembicara di agenda diskusi G20 Sustainable Finance for Climate Trantition, Kamis, 14 Juli.

Menkeu menambahkan, pemberian kompensasi ini diharapkan tidak mengganggu stabilitas keuangan negara.

Pasalnya, kompensasi bagi PLTU diperkirakan menyedot anggaran yang tidak sedikit.

“Ingat, dalam dua tahun terakhir ini defisit kita meningkat (akibat pandemi) dan harus disehatkan kembali (defisit di bawah 3 persen) pada tahun depan,” tutur dia.

Oleh karenanya, sambung Sri Mulyani, pemerintah sangat berhati-hati dalam meramu regulasi agar tidak mengganggu keseimbangan APBN sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi dapat terus berjalan.

“Di sinilah bagaimana pentingnya merancang kebijakan yang bisa memberikan insentif kepada pengusaha untuk bisa melakukan ekonomi hijau,” tegas dia.

“Perlu diperhatikan bahwa PLN sebagai perusahaan negara penyedia listrik harus bisa memberikan harga yang terjangkau untuk masyarakat, pelaku usaha, dan juga aman dari sisi biaya subsidi energi pemerintah. Satu hal lain adalah kita juga harus memastikan arus kas PLN dapat terus terjaga,” sambung Menkeu Sri Mulyani.

Sebagai informasi, produksi listrik nasional saat ini masih didominasi oleh PLTU dengan kontribusi lebih dari 60 persen.

Sementara itu, berdasarkan laporan Kementerian Keuangan disebutkan bahwa nilai subsidi listrik telah menembus Rp21,3 triliun hingga semester I 2022.

Jumlah itu setara 35,7 persen dari pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022 yang menggunakan patokan ICP 100 dolar AS.

Adapun sampai dengan Mei 2022, volume konsumsi listrik bersubsidi mencapai 25,6 TWh yang menjangkau 38,5 juta pelanggan.