Berpura-pura Sebagai Angela Merkel, Peretas Coba Kuasai Akun Whatsapp Presiden Bank Sentral Eropa
JAKARTA - Peretas tak dikenal berusaha mengelabui Presiden Bank Sentral Eropa, Christine Lagarde, agar membiarkan mereka membuka akun aplikasi perpesanan atas namanya. Mereka melakukannya dengan menyamar sebagai mantan kanselir Jerman, Angela Merkel. Hal ini terungkap dari sebuah sumber di Jerman, Selasa, 12 Juli.
“Plot itu dengan cepat digagalkan tanpa ada informasi yang dikompromikan,” kata juru bicara ECB.
"Kami dapat mengonfirmasi bahwa ada percobaan insiden siber baru-baru ini yang melibatkan presiden," kata juru bicara ECB. "Itu berhasil diidentifikasi dan dihentikan dengan cepat. Tidak ada informasi yang dikompromikan. Kami tidak punya apa-apa lagi untuk dikatakan karena penyelidikan sedang berlangsung."
Insiden ini pertama kali dilaporkan oleh Business Insider. Namun sebuah sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters, bahwa peretas yang berpura-pura menjadi Merkel mengirim pesan kepada Lagarde, dan memintanya untuk mengungkapkan kode otentikasi yang memungkinkan mereka membuka akun WhatsApp yang ditautkan ke nomor telepon Lagarde. Namun tidak ada konfirmasi resmi mengenai hal ini.
Dalam sebuah surat tertanggal 4 Juli dan dilihat oleh Reuters, badan intelijen domestik Jerman dan Kantor Federal untuk Keamanan Informasi memperingatkan anggota parlemen Jerman bahwa skema semacam itu sedang berlangsung tetapi tanpa menyebutkan salah satu target.
Baca juga:
- Sistem Kunci Remote Mobil Honda Rentan Diretas, Waspadai Cara-cara Ini
- Akun Instagram dan Facebook Milik Disneyland Resort Diretas, Muncul Posting Tak Senonoh dan Rasis
- FBI Peringatkan Adanya Serangan Ransomware yang Targetkan Organisasi Sektor Kesehatan AS
- Dukung KPU, Menkominfo Siapkan Tim Keamanan Siber untuk Jaga Ruang Digital Tetap Sehat dalam Pemilu 2024
"Secara khusus, para penyerang mengeksploitasi hubungan kepercayaan yang ada antara dua tokoh politik tingkat tinggi," katanya, merujuk pada "kampanye rekayasa sosial".
Meskipun taktik tersebut bukan hal baru, namun pihak berwenang Jerman mengatakan skema ini unik karena menggunakan kedok politisi papan atas.
"Pihak yang terkena dampak yang memberikan data otentikasi kepada penyerang kehilangan kendali atas akun messenger masing-masing. Penyerang kemudian dapat menggunakan akun ini, misalnya, untuk menyerang orang lain," ungkap surat peringatan itu.
Dalam skema seperti itu biasanya meminta pengguna ponsel untuk beralih dari SMS ke WhatsApp, namun bisa juga Signal atau Telegram, yang keduanya memasarkan diri mereka sebagai aplikasi yang dienkripsi dengan aman.