Menyorot Kasus Lili Pintauli Siregar: Integritas Perempuan dalam Jajaran Pimpinan KPK Masih Harus Diuji

JAKARTA - Citra Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga antirasuah belum benar-benar terbukti. Selama hampir 19 tahun berdiri, mulai dari kepemimpinan Taufiequrachman Ruki hingga Firli Bahuri saat ini, KPK belum mampu membersihkan virus yang menggerogoti tubuhnya. Masih saja ada oknum anggota KPK yang terjerat skandal.

Padahal, KPK terus melakukan pembenahan internal. Antara lain dengan memasukkan perempuan di tubuh kepemimpinan. Dengan harapan tidak ada lagi kasus cinta segitiga dan ‘gratifikasi kupu-kupu’ menjerat para pria pimpinan KPK. Hal yang mafhum, harta, tahta, perempuan telah menjadi ujian Kaum Adam.

Gedung KPK. (Antara)

Sisi lainnya, perempuan dianggap bisa menjadi pengawas untuk para pria. Perempuan memiliki kelebihan dalam hal multitasking, serta memiliki intuisi yang lebih tinggi, sabar, berempati tinggi, dapat membangun network lebih luas, dan dapat memimpin dengan cara egaliter. Perempuan juga bukan sosok utama pencari nafkah dalam keluarga sehingga harapannya bisa terhindar dari upaya-upaya suap para koruptor.

Pembenahan itu mulai diterapkan saat pemilihan calon pemimpin KPK periode 2015-2019.

“Sangat disayangkan jika kelebihan perempuan ini tidak dimanfaatkan dalam membangun KPK dan negara agar bebas korupsi,” kata juru bicara panitia seleksi capim KPK, Betty Alisjahbana ketika itu.

Basaria Panjaitan

Sosok perempuan pertama di level pimpinan adalah Basaria Panjaitan sebagai Wakil Ketua KPK periode 2015-2019. Tugas-tugas KPK tentu tidaklah asing karena Basaria terbilang cukup lama berkecimpung di bidang reserse Polri. Tercatat, dia pernah memeriksa mantan Kabareskrim, Komjen Susno Duadji saat menjadi penyidik utama Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Mabes Polri. Dialah perempuan pertama yang berpangkat bintang dua dalam sejarah Polri.

Penunjukkan Basaria masuk ke deretan pimpinan KPK tentu menimbulkan tanda tanya. Banyak kalangan yang meragukan integritasnya. Bagaimana Basaria bisa menangani kasus korupsi yang melibatkan Polri, sementara institusi inilah yang membesarkannya. Apakah KPK nantinya hanya sebagai alat penggebuk dari kepentingan institusi penegak hukum?

Berdasar laporan kinerja periode 2015-2019, KPK telah melakukan 498 penyelidikan, 539 penyidikan dan, 433 penuntutan. Sebanyak 286 perkara sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrah) dan 383 perkara dalam tahap eksekusi.

Saat Basaria Panjaitan menjadi Wakil Ketua KPK 2015-2019, tak ada penanganan kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. (Antara/Hafidz Mubarak A) 

Sedikitnya, ada 4 kasus besar yang berhasil diungkap: Kasus korupsi proyek e-KTP pada 2017 yang membuat Mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Miryam SH, dan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto menjadi narapidana; Proyek PLTU Riau dengan tersangka Mantan Menteri Sosial Idrus Marham, Mantan Dirut PLN Sofyan Basir, dan Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih; Kasus Badan Keamanan Laut; Kasus pengadaan mesin pesawat Airbus di PT Garuda Indonesia.

Dari sekian banyak kasus yang ditangani, hampir tidak ada kasus yang melibatkan penegak hukum. Tidak ada lagi Cicak versus Buaya jilid lanjutan.

Lili Pintauli Siregar

Perempuan kedua adalah seorang advokat bernama Lili Pintauli Siregar. Sebelum menjadi Wakil Ketua KPK periode 2019-2023, Lili menjabat sebagai Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) selama dua periode.

Rekam jejaknya di KPK tidak sebaik Basaria. Pada Agustus 2021, Dewan Pengawas KPK menyatakan Lili melanggar kode etik terkait dengan penyalahgunaan pengaruh sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara yakni Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.

Awalnya, Lili sempat menyangkal telah berkomunikasi dengan M Syahrial, bahkan sangkalan itu disampaikan langsung dalam dalam konferensi pers pada 30 April 2021. Namun, saat siding etik Dewan Pengawas, Lili mengaku telah melakukan pembohongan publik. Dewan Pengawas akhirnya memberikan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan.

"Telah terbukti bahwa Saudari Lili Pintauli Siregar melakukan kebohongan dalam konferensi pers pada tanggal 30 April 2021," kata sebuah sumber yang dikutip Tempo pada 20 April 2022.

Pelanggaran kode etik kembali terulang. Muncul dugaan Lili menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP Mandalika senilai sekitar Rp90 juta dari PT Pertamina (Persero) pada Maret 2022.

Lalu, pada 30 Juni 2022 Lili mengajukan surat pengunduran diri. Dewan Pengawas KPK sudah siap menyidangnya Senin (11/7), tetapi gagal karena surat permohonan pengunduran diri Lili sudah ditandatangani Presiden Jokowi.

"Sehingga kode etik tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi kepada terperiksa. Sehingga Majelis Etik menyatakan persidangan etik tentang pelanggaran etik dan perilaku gugur," kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat konferensi pers daring, Senin (11/7).

Perumusan Integritas Versi KPK

Dari sekelumit pembahasan tersebut, benarkah kehadiran perempuan di deretan pimpinan KPK bisa memberikan dampak positif? Bisa mengubah KPK menjadi lembaga yang benar-benar antikorupsi?

Perempuan dengan kelebihannya memang memberikan warna berbeda dalam kepemimpinan. Namun, tetap butuh integritas tinggi mewujudkan itu.

Integritas merupakan hal sangat penting dan mendasar. Bila nilai-nilai integritas tidak tercermin di dalam perilaku pimpinan KPK ketika melaksanakan tugas-tugasnya, maka marwah KPK di mata masyarakat menjadi turun. Masyarakat tidak lagi percaya bahkan bukan tidak mungkin masyarakat akan menganggap KPK hanya sebagai alat kekuasaan.

Dilansir dari situs Kementerian Keuangan RI, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia merumuskan integritas ke dalam tiga komponen nilai.

Pertama, nilai integritas inti, yaitu: jujur, bertanggung jawab, dan disiplin. Berintegritas jujur adalah lurus hati, tidak curang dan tidak berbohong. Tanggung jawab memiliki arti siap menanggung akibat dari perbuatan yang dilakukan alias tidak buang badan. Disiplin merupakan sikap taat terhadap peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Lili Pintauli Siregar dan jajaran pimpinan KPK 2019-2023 seusai dilantik dan mengucapkan sumpah di hadapan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta pada 20 Desember 2019. (Humas Sekretariat Kabinet RI/Agung)

Kedua, nilai integritas etos kerja, yaitu mandiri, kerja keras, dan sederhana. Mandiri artinya tidak bergantung pada orang lain. Kerja keras berarti gigih dan fokus dalam melakukan sesuatu, serta tidak asal-asalan. Sederhana memiliki arti bersahaja dan tidak berlebih-lebihan.

Ketiga, nilai integritas sikap, yaitu berani, peduli, dan adil. Berani memiliki arti mantap hati dan percaya diri, tidak gentar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sejenisnya. Peduli artinya mengindahkan, memperhatikan, atau menghiraukan orang lain. Adil ialah berlaku sepatutnya dan tidak sewenang-wenang.

Konsekuensi logis dari eksistensi nilai-nilai integritas dalam jiwa, akan membuat seseorang berupaya mencapai etos kerja secara maksimal dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Memang mudah mengucapkannya tetapi berat untuk menjaga dan mempertahankannya. Lihat saja, semua lembaga mencantumkan integritas sebagai syarat menjadi anggota. Terlebih, lembaga-lembaga penyelenggara negara dan penegak hukum, tak terkecuali KPK. Namun realitasnya, praktik penyelewengan masih saja terjadi.