DPR: Ini Pertama Kalinya UU Typo Usai Diteken Presiden

JAKARTA - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menyebut kesalahan redaksional atau typo dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja setelah diteken Presiden Joko Widodo baru pertama kali terjadi.

Supratman mengatakan, selama ini belum pernah ada undang-undang yang masih memiliki kesalahan redaksional setelah ditandatangani presiden. UU Cipta Kerja menjadi yang pertama kali.

"Memang kalau UU yang setelah ditandatangani presiden, (kesalahan redaksional) ini baru pertama kalinya dilakukan. Tapi, kalau sebelum presiden tanda-tangan, hampir semua kok, UU ada typo seperti itu," kata Supratman kepada wartawan, Rabu, 4 November.

Menurut Supratman, jika masih ada kesalahan pengetikan dari draf undang-undang yang ada di DPR, hal tersebut sering terjadi. Ketika draf diserahkan kepada pemerintah, Menteri Sekretaris Negara yang bertugas mengoreksi kembali sebelum diteken oleh Presiden.

"Mensesneg harus baca dulu. Oleh sebab itu, mekanisme yang namanya perbaikan typo dan sebagainya selalu dilakukan," kata dia.

Supratman mengaku akan mengajak pemerintah memperbaiki typo dalam UU Cipta Kerja. Dia juga memastikan, baik DPR maupun pemerintah bertanggungjawab bahwa perbaikan tersebut sebatas administratif dan tidak merubah substansi apa pun.

"Bersama-sama (DPR dan pemerintah). Dan DPR siap melakukan itu dan siap mempertanggungjawabkan bahwa hal tersebut tidak mengubah susbtansi sama sekali dari UU Cipta Kerja. Karena murni kesalahan administrasi saja," ucap Supratman.

Sebelumnya Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menyatakan kekeliruan teknis di naskah Undang-Undang Nomor 11 tahun 2011 tentang Cipta Kerja murni karena kelalaian manusia alias human error.

Hal tersebut menyusul dengan sejumlah kekeliruan di Undang-undang dengan tebal 1.187 halaman yang baru disahkan pada 2 November 2020 tersebut.

"Kemensetneg telah melakukan serangkaian pemeriksaan internal dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan, kekeliruan tersebut murni 'human error'," kata Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kemensetneg Eddy Cahyono Sugiarto.