ASN di Mataram dan Suaminya Jadi Tersangka Pemalsuan Dokumen Pinjaman ke Bank
MATARAM - Seorang aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di Dinas Pekerjaan Umum Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinisial S (44) bersama suaminya, EYS (44), menjadi tersangka kasus pemalsuan dokumen pinjaman ke bank.
Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa di mengatakan, pasangan suami istri tersebut ditetapkan sebagai tersangka yang melanggar Pasal 263 ayat 1 dan atau ayat 2 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen.
"Sesuai aturan pidana, kedua tersangka terancam hukuman 6 tahun penjara," kata Kadek Adi dilansir ANTARA, Kamis, 7 Juli.
Kepolisian menangani kasus yang menetapkan pasangan suami istri tersebut sebagai tersangka, berawal dari adanya laporan seorang pria berinisial MS (34). Pelapor dikatakan Kadek Adi, bukan lain merupakan adik kandung tersangka S.
Laporan tersebut, jelasnya, terkait adanya dugaan penggunaan dokumen palsu dalam pengajuan pinjaman ke bank. Kedua tersangka mengajukan pinjaman dengan menggunakan data ayah kandung pelapor sebagai penjamin yang memberikan kuasa kepada tersangka S untuk menjaminkan 4 sertifikat tanah seluas 15 hektare.
"Jadi seolah-olah bapak pelapor telah memberikan kuasa kepada tersangka dalam bentuk surat kuasa, padahal saat pengajuan di bulan November 2020 itu, ayah pelapor sudah meninggal," ucap dia.
Baca juga:
- Bukan Anak Kiai Jombang Tersangka Pencabulan Santriwati, Polisi Amankan Simpatisan Pelaku
- Bandingkan Harga BBM di Indonesia dan Negara Lain, Jokowi: Kalau Naik Ada yang Setuju?
- Disebut Gunakan Taktik Kontroversial di Suriah, Barat Akui Jenderal Surovikin Otak di Balik Kesuksesan Serangan Rusia di Ukraina Timur
- Kasus Sopir Truk yang Dibegal dan Dibuang di Bogor Hanya Skenario Untuk Gelapkan 25 Ton Gula
Begitu juga dengan pemalsuan tanda tangan, dan foto yang tercantum dalam KTP serta kartu keluarga (KK) penjamin. Kedua tersangka diduga memanfaatkan paman pelapor, atau saudara almarhum ayahnya.
"Dengan menjalankan modus demikian, EYS dan S mendapat pinjaman uang dari perbankan Rp500 juta. Uang itu habis digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarga," ujarnya.
Kadek Adi memastikan dari hasil penyidikan, pencairan uang pinjaman kepada kedua tersangka sudah sesuai prosedur perbankan.
"Jadi dari bank tidak ada kerugian, SOP sudah sesuai, sertifikat tetap masuk agunan di bank," kata dia.