Gelar RUPSLB 12 Agustus, Garuda Indonesia Minta Restu Tambah Modal Rp7,5 Triliun Hingga Konversi Obligasi Jadi Saham

JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 12 Agustus 2022 mendatang. Salah satu agendanya adalah meminta restu untuk melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue sebanyak 225,58 miliar saham baru.

Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen Garuda Indonesia menjelaskan, pemerintah sebagai pemegang saham seri A akan melaksanakan HMETD dengan menyetorkan modal baru melalui penyertaan modal negara (PMN). Nilainya Rp7,5 triliun

"Jumlah saham baru setara 871,44 persen dari modal ditempatkan dan disetor. Harga pelaksanaannya Rp459," tulis manajemen Garuda Indonesia, dikutip Kamis 7 Juli.

Dana hasil pelaksanaan penambahan modal dengan memberikan HMETD, setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi, seluruhnya akan digunakan perseroan untuk pemeliharaan pesawat yang tunduk pada sewa armada pesawat Go-Forward dan perjanjian sewa alternatif.

"Untuk biaya dan pengeluaran yang berkaitan dengan restrukturisasi utang perseroan; menjaga kebutuhan kas minimum perseroan; dan mendukung kebutuhan operasional perseroan dan anak perusahaannya, seperti biaya sewa pesawat dan mesin, bahan bakar dan lainnya," tulis manajemen.

Setelah melakukan rights issue, GIAA akan melakukan skema private placement (PMTHMETD). Manajemen Garuda Indonesia menjelaskan bahwa salah satu skema restrukturisasi yang telah disetujui dalam rencana perdamaian adalah dengan melakukan konversi atas yang perseroan kepada kreditur yang berhak menerima ekuitas melalui PMTHMETD.

Pengeluaran saham-saham baru melalui PMTHMETD ini dilakukan dalam rangka memperbaiki kondisi keuangan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8B POJK No. 14/2019.

Rinciannya, dapat dilakukan sepanjang perusahaan terbuka mempunyai modal kerja bersih negatif dan mempunyai liabilitas melebihi 80 persen dari aset perusahaan terbuka pada saat RUPS yang menyetujui penambahan modal tersebut. Selain itu, jika tidak mampu memenuhi kewajiban keuangan pada saat jatuh tempo kepada pemberi pinjaman yang tidak terafiliasi sepanjang pemberi pinjaman yang tidak terafiliasi tersebut menyetujui untuk menerima saham atau obligasi konversi perusahaan terbuka untuk menyelesaikan pinjaman tersebut.

PMTHMETD ini merupakan bagian dari rencana perdamaian dan diharapkan dapat meringankan beban keuangan perseroan dan memperbaiki struktur keuangan perseroan sehingga dipandang sebagai pilihan terbaik bagi perseroan dan seluruh pemegang saham perseroan.

Sesuai dengan rencana perdamaian, maka perseroan dan para kreditur yang berhak menerima ekuitas telah menyetujui bahwa harga pelaksanaan akan ditetapkan oleh tim privatisasi berdasarkan penilaian harga wajar atas saham perseroan oleh penilai independen yang akan ditetapkan oleh tim privatisasi.

"Dalam hal harga pelaksanaan yang ditetapkan berada di bawah nilai nominal saham perseroan, maka perseroan akan mengeluarkan saham dengan kelas baru dengan nilai nominal berbeda sesuai dengan ketentuan Peraturan OJK No. 31/POJK.04/2017 tentang Pengeluaran Saham Dengan Nilai Nominal

Berbeda," kata Manajemen.

Setelah private placement (PMTHMETD) selesai, selanjutnya Garuda Indonesia akan menerbitkan obligasi wajib konversi (OWK). Manajemen menjelaskan bahwa OWK sudah diterbitkan pada 2020 Rp1 triliun dari total nilai yang disetujui Rp8,5 triliun dengan tenor maksimum 7 tahun.

"Setelah dilaksanakannya penambahan modal dengan memberikan HMETD dan bersamaan dengan PMTHMETD, Perseroan juga berencana untuk melakukan Konversi OWK. Dengan demikian, setelah dilaksanakannya transaksi dan konversi OWK, maka pemegang saham yang tidak menggunakan haknya untuk melaksanakan HMETD dapat terdilusi sebesar maksimum 92,72 persen," tulis Manjemen.

Seluruh aksi korporasi Garuda Indonesia ini akan disampaikan dalam RUPSLB pada 12 Agustus 2022 mendatang. Dalam rapat tersebut, juga akan dilaporkan perkembangan proses restrukturisasi perseroan. Namun, mata acara ini memerlukan persetujuan karena bersifat pelaporan.

"Perseroan akan meminta persetujuan dari RUPSLB dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan OJK No.15/POJK.04/2020 dan Peraturan OJK No.16/POJK.04/2020 tentang

Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik, untuk melakukan Transaksi sebagaimana tercantum dalam Keterbukaan Informasi ini," tuturnya.

Setelah melakukan HMETD dan OWK, maka struktur kepemilikan saham atas Garuda Indonesia akan berubah. Dimana proforma kepemilikan saham setelah dilaksanakannya HMETD mengasumsikan partisipasi pemegang saham publik hanya sebesar 20 persen dari jumlah hak yang tersedia untuk kemudian diterbitkan menjadi saham biasa.

Persentase tersebut mewakili jumlah kepemilikan pemegang saham publik dengan kepemilikan lebih besar dari 0,25 persen dari modal disetor sebelum dilakukannya HMETD