Penelitian: Berhenti Gunakan Plastik adalah Langkah Baik Namun Tak Cukup, Perlu Langkah Lebih Radikal
JAKARTA - Sekelompok peneliti dari University of Nottingham, Inggris mengungkap tren masyarakat yang belakangan lebih peduli dampak lingkungan sampah plastik adalah hal yang tidak produktif. Hal itu diungkap oleh peneliti melihat kecenderungan mereka yang peduli masalah plastik justru sering kali menutup mata dengan masalah lingkungan yang lebih besar.
Melansir Euronews.com, Rabu, 28 Oktober, para peneliti berpendapat bahwa masyarakat memiliki kecenderungan untuk peduli karena citra emosional sehabis melihat hewan terperangkap sampah plastik. Lantas, hal itu membuat orang tergerak untuk menolak plastik sekali pakai. Tindakan itu baik, namun tak cukup membantu.
Langkah seperti menolak plastik digambarkan oleh peneliti akan membuat orang-orang cepat berpuas diri. Alhasil, masalah lingkungan lainnya yang lebih serius seperti pembalakan liar, ekploitasi sumber daya alam, atau menuntut perombakan sistem pengelolaan sampah jadi luput.
Apalagi, tindakan peduli masalah sampah plastik hanya mendorong perubahan kecil kepada lingkungan hidup, tidak lebih. Perubahan yang diharapkan hanya berfokus pada munculnya pelarangan plastik sekali pakai, atau insentif keuangan dalam hal menggunakan tas dan wadah yang dapat digunakan kembali. dampaknya, masalah lingkungan lain jadi terabaikan.
“Kami melihat keterlibatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan masalah lingkungan, terutama polusi plastik dari publik. Dan kami yakin ini menghadirkan kesempatan sekali dalam satu generasi untuk mempromosikan masalah lingkungan lain yang berpotensi lebih besar,” kata salah seorang peneliti, Tom Stanton.
“Ini adalah momen penting untuk menyoroti dan menangani bidang-bidang seperti budaya 'membuang' di masyarakat dan merombak pengelolaan sampah. Namun, jika terus memprioritaskan plastik, peluang ini akan terlewatkan dan merugikan lingkungan kita, ”pungkasnya.
Alternatif pengganti plastik bukan solusi
Keinginan kita untuk menghindari produk plastik pada gilirannya dapat mengarahkan kita untuk menggunakan bahan alternatif, seperti kaca, aluminium, dan kertas. Kendati demikian, kemungkinan alternatif pengganti tersebut memiliki efek yang lebih berpontensi berbahaya.
Apalagi, kecendrungan orang-orang yang mendewakan alternatif plastik sering lupa dengan problema sebenarnya. Terutama, masalah dari dampak limbah-limbah hasil aktivitas sehari-hari. Semisal, limbah tekstil, benang, dan penggunaan bahan bakar.
Baca juga:
- Charpentier dan Doudna Menangi Nobel untuk Teknologi Rekayasa DNA CRISPR/Cas9, Apa Itu dan Kenapa Kontroversial?
- Kita Harus Makan Ubur-Ubur untuk Selamatkan Bumi, Tapi Seperti Apa Rasa dan Kandungannya?
- Komodo di Nusantara: Ditemukan Penjelajah Eropa, Diteliti Ilmuwan Belanda, Dikonservasi Soeharto, Menghadang Truk di Era Jokowi
Lantaran itulah, studi ini merekomendasikan suatu tindakan di masa yang akan datang agar masyarakat umum lebih teredukasi terkait masalah lingkungan hidup. Dalam artian, tindakan yang akan dilakukan ke depan lebih terstruktur dan terinformasi dengan baik.
Meksi begitu, polusi plastik tetap saja menjadi sebuah masalah besar. Tetapi, ada masalah lingkungan hidup yang lebih urgensi dibanding hanya menolak penggunakan plastik sekali pakai. Peneliti justru mengajak masyarakat untuk sedikit lebih radikal memasuki ranah pemerintahan, menuntut otoritas di berbagai negara melakukan pengembangan terkait pengelolahan sampah agar lebih baik.