Kalau Tak Ada Kepsek ini, Ratusan Siswa Mungkin Bakal Makan Lauk yang Sengaja Dicampur Kotoran Manusia

JAKARTA - Kepala sekolah ini bisa jadi adalah pahlawan sejati. Kalau enggak ada dia, mungkin siswa-siswa di sekolahnya akan mengonsumsi lauk yang sudah dicampur dengan kotoran manusia dengan sengaja.

Insiden itu terjadi pada 8 Oktober 2021. Awalnya kepala sekolah sedang menguji semacam lauk dari menu makan siang hari itu. Makanan itu rencananya bakal dimakan lebih dahulu di ruang staf.

Namun kepala sekolah ini curiga dengan bau dan perubahan warna yang aneh. Dia segera membatalkan makan untuk semua orang dan menyerahkan makanan ke pusat kesehatan masyarakat untuk diperiksa.

Hasilnya bikin kaget. Makanan itu mengandung bakteri E. coli. Padahal makanan itu dibuat di fasilitas pusat yang terpisah, tidak ada sekolah lain yang memiliki jejak kotoran dalam makanan mereka.

Berkat indra yang tajam dan tindakan cepat dari kepala sekolah, tidak ada siswa atau anggota stafnya yang terkena makanan yang terkontaminasi dan akibatnya tidak menderita penyakit apa pun. Penyelidikan selanjutnya mengarah kembali ke anggota staf, meskipun tidak jelas apa motifnya atau bagaimana dia berhasil mencampur kotoran ke dalam makanan.

Publik jelas terkejut dengan temuan ini. Namun mereka lebih terkejut karena baru mengetahui kalau kepala sekolah juga terkadang memeriksa makan siang sebelum semua orang di sekolah memakannya, dikutip dari Japan Today, Minggu 19 Juni.

“Itu terlalu menakutkan.”

"Kepala sekolah itu sangat luar biasa."

"Siapa yang tahu akan berguna jika kepala sekolah menguji makanan sebelum disajikan?"

"Kepala sekolah dengan serius memeriksa makan siang sekolah untuk racun setiap hari ?!"

“Saya ingat pernah mendengar tentang kepala sekolah yang melakukan itu, tetapi saya tidak pernah tahu itu nyata.”

"Ini pertama kalinya aku mendengar inspeksi makanan kepala sekolah berhasil!"

"Apakah ada begitu banyak di sana sehingga kamu bisa tahu hanya dengan mencium dan melihatnya ?!"

"Aku ingin tahu apakah dia menargetkan kepala sekolah secara langsung."

Pada 13 Juni lalu, pelaku yang masih berusia 20 tahun di Okazaki, Prefektur Aichi, didakwa di pengadilan.