WHO: Negara yang Tahan Stok Vaksin akan Sebabkan Pandemi Berkepanjangan

JAKARTA - Bukan cuma organisasi nirlaba asal Inggris, Oxfam yang menyadari lebih dari setengah pasokan vaksin COVID-19 dikuasai oleh negara kaya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencium hal yang sama. Direktur Jenderal (Dirjen) WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, melawan pandemi artinya adalah memastikan setiap orang memiliki akses terhadap vaksin, bahkan penduduk di negara paling miskin sekalipun.

Melansir CNA, Senin, 26 Oktober, hal itu diungkap Tedros dalam forum World Health Summit 2020 di Jerman. Kepedulian terhadap negara kecil, kata Tedros merupakan kunci keberhasilan pulih dari pandemi.

"Wajar jika negara ingin melindungi warganya sendiri terlebih dahulu. Tetapi ketika kita memiliki vaksin, kita juga harus menggunakannya secara efektif. Dan cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan memvaksinasi beberapa orang di semua negara daripada semua orang di beberapa negara," katanya.

"Biar saya perjelas, menguasai stok vaksin akan memperpanjang pandemi, bukan memperpendeknya," tambahnya.

Sebelumnya, Ilmuwan di seluruh dunia tampak berlomba-lomba untuk mengembangkan vaksin COVID-19. Dari beberapa lusin vaksin yang sedang diuji klinis, sepuluh di antaranya telah berada dalam fase uji coba tahap III.

Tercatat, beberapa negara kaya sedang memesan vaksin jumlah besar. Beberapa di antaranya ada Uni Eropa, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan lain sebagai. Lantaran itulah WHO khawatir negara-negara dengan dompet lebih kecil tak dapat mengakses vaksin sebagaimana mestinya.

Solidaritas global

Tak hanya seputar kerja sama. WHO turut pula menyerukan negara-negara di dunia untuk mengambil tindakan lebih lanjut untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Hal itu karena dalam hari Sabtu lalu saja, pandami COVID-19 di dunia mencapai peningkatan 465.319 kasus.

"Ini adalah momen berbahaya bagi banyak negara di belahan bumi utara karena kasus meningkat tajam," kata Tedros.

Namun, Tedros lagi-lagi menegaskan terkait pentingnya membuat masyarakat mengikuti protokol kesehatan. Seperti menjaga jarak fisik, mencuci tangan, dan mengusahakan melangsungkan pertemuan berada di luar ruang.

"Berulang kali kami telah melihat bahwa mengambil tindakan yang tepat dengan cepat berarti wabah dapat dikelola," pungkas Tedros.

Setali dengan itu, Sekjen PBB, Antonio Guterres dalam forum yang sama juga mengungkap bahwa COVID-19 telah menjadi krisis terbesar di zaman kekinian. "Kami membutuhkan solidaritas global di setiap langkah.”

Ia pun turut menggemakan seruan bagi negara-negara maju untuk mendukung, negara miskin yang memiliki sumber daya lebih sedikit. Guterres beranggapan sebuah vaksin sudah seharusnya menjadi barang publik global, bukan malah milik sejumlah negara.

"Vaksin, tes, dan terapi lebih dari sekadar penyelamat hidup. Mereka adalah penyelamat ekonomi dan penyelamat masyarakat," tutup Guterres.