Harap Dicatat! Presiden Jokowi Larang Direksi BUMN Jadi Pengurus Parpol, Caleg hingga Calon Kepala Daerah

JAKARTA - Direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dilarang untuk menjadi pengurusan partai politik (parpol), calon legislatif hingga calon kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) terbaru yang diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun aturan yang dimaksud adalah PP Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Beleid tersebut telah ditandatangani Jokowi pada 8 Juni lalu dan telah diundangkan pada hari yang sama oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.

"Anggota Direksi dilarang menjadi pengurus partai politik dan/ atau calon/ anggota legislatif, calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah," demikian bunyi Pasal 22 ayat 1 beleid tersebut, dikutip VOI, Senin, 13 Juni.

Pada Pasal 22 ayat 2 disebutkan bahwa aturan lebih lanjut mengenai larang direksi BUMN untuk menjadi pengurus partai politik hingga calon kepala daerah akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

Dalam beleid tersebut, terdapat aturan terbaru terkait pengangkatan direksi BUMN. Dimana pengangkatan direksi BUMN berdasarkan rekam jejak. Aturan ini tertuang dalam Pasal 14 ayat 1a.

Rekam jejak yang dimaksud tersebut yakni daftar dan rekam jejak direksi yang sedang menjabat dan calon direksi. Saat menetapkan daftar dan rekam jejak, Menteri BUMN dapat meminta masukan kepada lembaga/instansi pemerintah yang terkait. Aturan ini tertuang pada Pasal 14 ayat 1b.

Sementara, pada Pasal 14 ayat 2 disebutkan bahwa pengangkatan direksi BUMN juga dapat meminta masukan dari Menteri Keuangan dan Menteri Teknis.

Sedangkan pada Pasal 23 dijelaskan bahwa anggota direksi BUMN sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS untuk Persero dan Menteri untuk Perum dengan menyebutkan alasannya.

"Pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila berdasarkan kenyataan, anggota direksi yang tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen; tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik; tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan anggaran dasar; terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMN dan/ atau keuangan negara; melakukan tindakan yang melanggar etika dan/atau kepatutan; dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; atau mengundurkan diri," bunyi Pasal 23 ayat 2.