Pemerintah Sudah Batasi Iklan Rokok Konvensional, Tapi Perokok Indonesia Justru Meningkat, Kok Bisa?
JAKARTA - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan terjadi peningkatan jumlah perokok pada usia dewasa di Indonesia saat ini.
Hal ini berdasarkan hasil survei global penggunaan tembakau pada usia dewasa atau Global Adult Tobacco Survei (GATS) yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia.
Survei ini dilakukan pada tahun 2021 dengan melibatkan 9.156 responden. Hasilnya, jumlah perokok dewasa di Indonesia pada tahun 2021 sebanyak 69,1 juta orang. Padahal, jumlah perokok pada tahun 2011 masih sebanyak 60,3 juta.
"Di dalam GATS, Indonesia dalam 10 tahun terakhir terjadi penurunan prevalensi merokok yang hanya 1,6 persen. Akan tetapi, terdapat peningkatan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 persen dari 60,3 juta menjadi 69,1 juta orang (selama 10 tahun)," kata Dante dalam tayangan Youtube Kementerian Kesehatan, dikutip pada Kamis, 2 Juni.
Dante melanjutkan, prevalensi perokok pasif pada tahun 2021 tercatat cukup tinggi, yakni 120 juta orang. Hal ini berkaitan dengan tingginya persentase keterpaparan asap rokok di beberapa tempat tempat umum seperti di restoran, rumah tangga, gedung pemerintah, tempat kerja, transportasi umum, dan bahkan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Sebenarnya, lanjut Dante, terdapat 63,4 persen perokok dewasa yang memiliki keinginan untuk berhenti merokok. Hanya saja, hanya 43,58 persen yang melakukan upaya untuk berhenti merokok.
"Jadi, niatnya sudah ada, tapi upayanya masih belum semuanya dilaksanakan," ungkap Dante.
Dante menyebutkan salah satu faktor yang memperparah peningkatan jumlah perokok di Indonesia. Meskipun pemerintah telah berupaya mengurangi jumlah iklan rokok di platform konvensional, ternyata ada peningkatan signifikan iklan rokok di internet.
Berdasarkan hasil survei GATS, telah terjadi penurunan signifikan dalam memperhatikan iklan, promosi, atau sponsor rokok. Sayangnya, terjadi peningkatan keterpaparan iklan rokok di internet meningkat 10 kali lipat lebih dalam 10 tahun terakhir, dari 1,9 persen pada tahun 2011 menjadi 21,4 persen pada 2021.
"Jadi ini harus mendapatkan perhatian kita untuk melakukan edukasi yang lebih tinggi lagi di media sosial dengan melalui internet lebih tinggi daripada jumlah iklan merokok yang ada di internet yang mengalami peningkatan 10 kali lipat tersebut," ujar Dante.
Karena itu, Dante mengarahkan agar semua pihak terkait untuk menindaklanjuti survei tersebut dengan melaksanakan kebijakan maupun program yang dapat mengurangi paparan iklan tembakau dari media cetak, elektronik, dan media sosial.
Baca juga:
- Saat PDIP Sebut Ganjar Kemlinthi karena 'Ngebet Nyapres', Puan Maharani Dipuji-Puji
- Megawati dan Puan Maharani Tak 'Dampingi' Jokowi pada Peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende, Sekjen PDIP: Sudah Diwakili
- Patroli Darat, Perairan dan Udara Terus Dilakukan, Ini Lokasi Fokus Pencarian Anak Ridwan Kamil
- MUI Jawa Barat Mengimbau Warga untuk Menggelar Salat Gaib Terkait Pencarian Anak Ridwan Kamil
"Ini tugas yang kelihatannya mudah, tapi sangat sulit untuk dikerjakan. Tapi bisa kita kerjakan secara bersama-sama setelah kita melihat paparan survei dari GATS 2021," tutur Dante.
Selain itu, Dante juga meminta adanya peningkatan layanan berhenti merokok, melibatkan influencer untuk mengedukasi berhenti merokok, serta mengawal peningkatan jumlah peraturan kawasan tanpa rokok.