Oditur: Pengadilan Militer Berwenang Proses Kasus Korupsi TWP AD

JAKARTA - Oditur Militer Tinggi II Jakarta Brigjen TNI Murod mengatakan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta berwenang mengadili, memeriksa, dan memutus perkara dugaan tindak pidana korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD).

Kewenangan tersebut, ujar Murod, salah satunya didasarkan pada amanat Pasal 200 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Pasal 200 ayat (2) menyatakan apabila titik berat kerugian ditimbulkan oleh suatu tindak pidana yang terletak pada kepentingan militer, perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan militer," ujar Murod saat membacakan tanggapan atas eksepsi dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana TWP AD di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur dilansir Antara, Kamis, 19 Mei.

Dengan demikian, kata dia, oditur militer selaku jaksa penuntut umum memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut.

Sebelumnya pada Kamis (12/5) dalam persidangan, terdakwa I Brigjen TNI Yus Adi Kamrullah (YAK) dan terdakwa II Ni Putu Purnamasari (NPP), melalui masing-masing tim kuasa hukumnya, menyampaikan eksepsi yang dalam salah satu poin mempersoalkan kewenangan mengadili.

Menurut mereka, Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta tidak berwenang memproses perkara dugaan korupsi dana TWP AD.

Kuasa hukum terdakwa Brigjen TNI Yus Adi, yakni Muhammad Yunius Yunio menyampaikan perkara dugaan korupsi dana TWP AD sepatutnya diproses di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).

"Menurut perspektif hukum tim kuasa hukum terdakwa I, kurang tepat jika perkara korupsi ini diperiksa, diadili, dan diputus di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta karena tidak memenuhi kaidah-kaidah kompetensi absolut suatu tindak pidana korupsi, meskipun terdakwa I merupakan anggota TNI AD," kata Yunius.

Ia menjelaskan berdasarkan hukum, perkara tindak pidana korupsi hanya dapat diadili pada pengadilan tipikor, sebagaimana dimuat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

"Pasal 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan pengadilan tindak pidana korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi," ujar Yunius.

Keberatan serupa disampaikan pula oleh tim kuasa hukum terdakwa II Ni Putu Purnamasari.

"Seharusnya, proses hukum yang harus ditempuh adalah melalui mekanisme peradilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009," ucap kuasa hukum terdakwa II Ni Putu Purnamasari Cepi Hendrayani.

Selain menanggapi perihal kewenangan mengadili, Brigjen TNI Murod juga menyampaikan tiga permohonan lainnya kepada majelis hakim sebagai tanggapan atas eksepsi dari kedua terdakwa.

Pertama, majelis hakim dimohon untuk menyatakan surat dakwaan Oditur Militer Tinggi Nomor: Sdak/08A/11/2022 Tanggal 14 Maret 2022 yang telah dibacakan pada awal persidangan disusun sebagaimana mestinya sesuai ketentuan perundang-undangan sehingga surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini.

Kedua, majelis hakim diminta untuk menolak eksepsi dari para terdakwa dan menetapkan pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan.

Selanjutnya, Ketua Majelis Hakim Brigjen TNI Faridah Faisal mengatakan pihaknya akan menanggapi eksepsi kedua terdakwa dan tanggapan oditur tersebut di sidang pembacaan putusan sela pada Rabu (25/5).