Kenapa Malu Beli Kondom Kalau Memang Sudah Menikah?
JAKARTA - Kondom bukanlah barang terlarang. Di kota-kota besar seperti Jabodetabek atau kota besar lainnya kebanyakan minimarket menjual alat kontrasepsi tersebut.
Tak ada larangan juga untuk membeli, sebab biasanya kondom diletakkan di kasir dan kita bisa membelinya dengan hanya mengeluarkan uang Rp20 ribu. Namun, stigma membeli kondom yang biasa negatif membuat orang enggan membelinya.
Saya membuka sebuah pertanyaan di akun Twitter pribadi. Inti dari pertanyaan itu adalah meminta warganet menceritakan pengalaman mereka saat membeli kondom, utamanya bagi warganet yang memang sudah menikah dan biasa membeli alat kontrasepsi itu.
Ratusan balasan warganet saya terima, kebanyakan dari mereka sebenarnya merasa biasa saja ketika membeli kondom. Hanya saja, pandangan negatif dari mereka yang sama-sama mengantri di kasir minimarket akhirnya membuat mereka ragu membeli secara langsung dan memilih menggunakan aplikasi online. Tujuannya, untuk menghindari stigma negatif atau pandangan aneh baik dari kasir ataupun dari pembeli lainnya.
Bahkan, ada seorang warganet yang menceritakan pengalaman yang menggelikan ketika dia membeli kondom. Lewat direct message, Fajri (32) warga Mongondow Selatan ini bercerita dia pernah membeli kondom di salah satu minimarket di kotanya.
Ketika itu, dia tak hanya membeli kondom tapi juga membeli popok bayi untuk anaknya karena memang dia sudah menikah. Tapi, entah apa alasannya, tiba-tiba si penjaga kasir justru tampak aneh ketika dirinya mengambil sebungkus kondom.
"Waktu beli dia ngitung belanjaan biasa aja pas mau ditotal, gue ambil tuh kondom dan minta sekalian dihitung. Si kasir langsung teriak dan mundur beberapa langkah, gua diam saja," kata Fajri lewat layanan direct message di Twitter, Sabtu, 11 Januari.
"Terus gua bilang, 'kenapa mbak? Ini kan saya bayar'. Abis itu si mbak kasir buru-buru ngitung dan langsung masukin kondom ke plastik belanjaan dengan tatapan enggak suka," imbuh direct message dari Fajri.
Semenjak itu, dirinya mengaku tak pernah mau membeli kondom di minimarket itu lagi. Jika memang dia harus membeli kondom, dia akan membelinya di apotek daerah kota yang penjaga kasirnya dirasa lebih open minded dan paham kondom sebagai alat kontrasepsi.
Beragam cerita yang masuk ke Twitter pribadi saya, membuat saya ingin merasakan bagaimana pandangan masyarakat ketika ada orang yang membeli kondom.
Saya sempat mampir di sebuah minimarket di wilayah Pondok Kopi, Jakarta Timur. Begitu masuk, saya langsung menuju salah satu rak tempat kondom itu diletakkan. Posisinya berada di sekitar peralatan mandi seperti sabun dan shampo. Kemudian satu pak kondom berharga Rp16 ribuan saya ambil dan saya bawa ke kasir.
Saat itu, antrian pembayaran di kasir cukup ramai. Saya biasa saja awalnya. Tapi, begitu giliran saya membayar, penjaga kasir yang melayani saya wajahnya tampak aneh. Begitupun dengan orang yang tengah melakukan transaksi di sebelah saya. Seakan melihat saya membeli narkoba alih-alih membeli kondom.
"Kenapa, mbak?" tanya saya kepada penjaga kasir itu. Namun dia tak mau menjawab dan justru menyebut saya dapat bonus tisu basah karena telah membeli kondom.
Saya pun keluar dari minimarket itu dan berpikir, kenapa stigma jika membeli kondom ini terkesan tak baik. Padahal, dilansir dari situs Alodoc.com, kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi yang praktis, murah, dan mudah diperoleh.
Selain itu, jika digunakan dengan tepat, kondom bisa mencegah kehamilan sekaligus melindungi dari penyakit menular seksual (PMS).
Stigma Muncul Karena Mitos
Psikolog seksual Zoya Amirin pun menjelaskan, munculnya stigma negatif pembelian kondom--walaupun pembelinya adalah pasangan suami istri atau mereka yang sudah menikah--karena adanya mitos membeli kondom sama saja melegalisasi seks pranikah atau seks bebas.
"Kondom [dianggap] legalisasi seks pranikah. Mitos inilah yang menyebabkan kenapa orang malas beli kondom. Seolah-olah, nanti malu ketika mau beli kondom disangka mau ngapa-ngapain," kata Zoya saat ditemui VOI di kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Januari.
Dia juga mengatakan, orang bakal terus menganggap aneh pembeli kondom selama stigma negatif semacam ini masih ada. Padahal, bisa saja pasangan suami istri membeli kondom sebagai alat kontrasepsi mencegah terjadinya kehamilan.
Zoya menuturkan, stigma negatif ini bisa juga muncul karena kurangnya pendidikan seks di Indonesia. Sehingga, dia menekankan perlunya pendidikan seks pada masyarakat agar stigma negatif semacam ini tak lagi terjadi.
"Edukasi itu adalah salah satu cara untuk mencegah pelaku kejahatan seksual dan mencegah agar orang-orang punya mitos negatif. Jadi, sebenarnya [seks edukasi] penting supaya kehidupan seksual kamu lebih normal," tutupnya.