Pekerja Migran Indonesia Mudik Lebaran: Penyumbang Devisa Negara yang Harus Terus Ditingkatkan Daya Saingnya

JAKARTA - Mudik Lebaran bukan hanya bagi warga yang tinggal di Indonesia. Pekerja Migran Indonesia (PMI) pun juga mudik kembali ke Indonesia pada Idulfitri kali ini.

“Terhitung sejak 1 Januari hingga 12 April 2022, sebanyak 64.811 PMI telah kembali ke Indonesia, dalam keadaan sehat dan selamat di masa pandemi COVID-19,” kata Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani dalam konferensi pers virtual di Jakarta terkait kepulangan PMI menjelang Idulfitri, seperti dikutip Antara Selasa 26 April.

Benni mengatakan dari jumlah itu, kepulangan para PMI dirinci  menjadi beberapa klaster.

Skema Private to Private (P to P) atau skema kerja sama swasta mendominasi total jumlah kepulangan para PMI dengan jumlah 59.917 orang. Kemudian, pekerja dengan skema Government to Government (G to G) atau kerja sama antarpemerintah yang kembali tercatat sebanyak 2.845 orang.

Pekerja Migran Indonesia di Maladewa yang banyak dipulangkan pada saat pandemi COVID-19. (Antara/Zabur Karuru)

Selanjutnya, pekerja dengan skema perseorangan sekira 1.902 orang, dan pekerja dengan skema untuk kepentingan perusahaan sendiri (UKPS) hanya sebanyak 147 orang.

Para PMI pencari rezeki di negeri orang ini memiliki gelar yang membanggakan, yaitu pahlahwan devisa melalui remitansi atau pengiriman uang. Devisa yang disumbangkan para PMI ini pun cukup besar, yaitu menyumbang 10 persen APBN.

Sempat kehilangan cahayanya karena pandemi, remintansi PMI diharapkan tumbuh kembali sejalan dengan melandainya penyebaran kasus COVID-19. Para PMI yang kembali bekerja menjadi tumpuan harapan para keluarganya.

Remintansi yang dikirimkan para PMI tidak hanya memberikan kontribusi bagi kehidupan pribadinya, tapi juga manfaat finansial bagi keluarganya dan perekonomian Indonesia.

Penyumbang Devisa Terbesar Indonesia

Dalam surveinya tahun 2017, data Bank Dunia mencatat upah rata-rata per bulan PMI sebesar 281 dolar AS atau RP3,7 juta. Ini empat kali lipat jika dibandingkan sebagai pekerja di Indonesia. Pendapatan ini dipergunakan PMI untuk meningkatkan kebutuhan konsumsi dan investasi.

Pekerja Migran Indonesia umumnya menginvestasikan penghasilan yang dikirimkan ke Indonesia atau remitansi dalam bentuk rumah, membeli aset berupa tanah atau sawah, atau tabungan hari tua dan kesehatan. Semua merupakan investasi jangka panjang.

Bank Dunia juga mendata ada penurunan angka kemiskinan dan peningkatan kulitas hidup dari pemanfaatan remitansi sebesar 28 persen. menjadi sumber yang dapat menopang pendapatan dan menaikan pertumbuhan ekonomi.

Remitansi secara global mencapai 689 miliar dolar AS atau naik 18,5 persen dibanding 2015. Sebanyak 76,78 persennya atau 529 miliar dolar AS remitansi meluncur ke negara berkembang. Salah satu negara penerima remitansi terbesar adalah Indonesia yang mencapai hampir satu persen terhadap PDB.

Pekerja Migran Indonesia ilegal di Malaysia dipulangkan melalui Jakarta pada 2020. (Antara/Agus Setiawan) 

Data Bank Indonesia 2019, remitansi PMI mencapai 11,43 miliar dolar AS, atau tumbuh 37,03 persen dibanding 2015 yang hanya 8,34 miliar dolar AS. Hal inilah yang memicu PMI menjadi penyumbang devisa terbesar di Indonesia.

Pada tahun 2020 remitansi PMI mengalami penurunan 17,56 persen, karena COVID-19 yang terjadi secara global. Kondisi yang menyebabkan sejumlah negara menutup akses. Banyak PMI terkena PHK dan upah yang tertunggak karena perekonomian dunia sempat terpuruk.

Tahun ini remitansi diperkirakan akan tumbuh kembali, dan menunju arah positif seiiring dengan melandainya penyebaran COVID-19 dan meningkatnya jumlah masyarakat yang menerima vaksinasi secara global.

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memprediksikan peluang PMI akan kembali tumbuh dan 500 ribu orang akan kembali bekerja ketika ekonomi mulai bangkit. Remitansi berpeluang tumbuh sebesar 67,18 persen dari kuartal lll 2021. Prospek ini akan terjadi secara bertahap sesuai kondisi pandemi dan kondisi perekonomian negara-negara penerima PMI.

Peningkatan Daya Saing

Hingga November 2021 menurut BP2MI, PMI yang bekerja di sektor informal sebesar 77,6 persen atau hanya 22,4 persen PMI yang bekerja pada sektor formal. PMI yang bekerja di sektor formal menerima upah lebih tinggi dibandingkan yang bekerja pada sektor informal.

PMI yang berpendidikan rendah cenderung bekerja di Timur Tengah dan Malaysia. Sebaliknya yang berpendidikan lebih tinggi cenderung bermigrasi ke Asia Timur.

Upah PMI rata-rata per bulan yang bekerja di sektor domestik Timur Tengah sebesar 189 dolar AS. Upah ini setengah dari upah PMI yang bekerja di Asia Timur seperti Singapura, Hongkong dan Taiwan.

Upah yang rendah ini karena PMI rata-rata tidak memiliki keterampilan yang cukup. Sebagian besar PMI adalah lulusan SMP, bahkan lebih rendah. Beberapa negara mengajukan persyaratan pendidikan minimum.

Pekerja Migran Indonesia yang mengikuti Program Rekalibrasi Tenaga Kerja oleh Pemerintah Malaysia, mengantre di Bandara Kuala Lumpur hendak pulang ke Surabaya pada 6 Maret 2022. (Antara) 

Hal ini mengindikasikan perolehan upah seiring dengan besarnya pengiriman remitansi. Sekaligus menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi juga manfaat ekonomi yang di terima PMI.

Oleh karena itu, perlunya meningkatkan kualitas dan keterampilan Pekerja Migran Indonesia, yang saat ini mudik Lebaran, agar mereka memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik. Keterampilan ini dapat ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan sesuai dengan standar negara yang membuka permintaan PMI, agar dapat bersaing secara global dan memiliki daya tawar yang lebih baik.