PKS Minta Jokowi Terbitkan Perppu Cabut UU Cipta Kerja
JAKARTA - Anggota Fraksi PKS DPR RI Hidayat Nur Wahid meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.
Sebab, UU Cipta Kerja mendapat banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat seperti pekerja dan mahasiswa. Hal ini terlihat dari gelombang aksi unjuk rasa yang telah berjalan dari 6 Oktober hingga hari ini.
"Sangat bijak bila Presiden Jokowi mempergunakan kewenangan konstitusionalnya dengan segera menerbitkan Perppu mencabut Omnibus Law RUU Cipta Kerja, agar semuanya dikembalikan ke UU existing saja," kata Hidayat dalam keterangan tertulis, Kamis, 8 Agustus.
Namun, jika Jokowi tidak mengambil langkah menerbitkan perppu, Hidayat mendukung jika ada serikat pekerja, organisasi buruh, LSM, ormas, maupun individu untuk mempergunakan hak konstitusionalnya dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dan hendaknya MK betul-betul melaksanakan kewajibannya dengan adil dan benar, demi terselamatkannya NKRI sebagai negara Pancasila dan negara hukum," ungkap dia.
Baca juga:
- Airlangga Sebut Demo Ada yang Biayai, Pengamat: Jangan Cari Kambing Hitam!
- Jokowi Perintahkan Mendagri Bikin PP Turunan UU Cipta Kerja, Harus Selesai Bulan Depan
- Menteri ATR: Bank Tanah Memungkinkan Negara Berikan Tanah untuk Rumah Rakyat di Perkotaan
- UU Cipta Kerja Rentan Digugat ke Mahkamah Konstitusi
Alasan PKS tolak UU Cipta Kerja
Hidayat menyebut pihaknya punya sejumlah alasan untuk tidak berpihak kepada pendukung pengesahan UU Cipta Kerja. Hidayat menilai, ada ketidaklaziman dalam aspek formalitas pembentukan undang-undang oleh pemerintah dan mayoritas fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat paripurna pengesahan UU Cipta Kerja.
"Saat pengambilan keputusan tingkat I di Baleg dan tingkat II di Rapat Paripurna, draft utuh dan final RUU tersebut belum dibagikan ke semua fraksi. Anehnya, semua fraksi di DPR sudah diminta untuk menyampaikan pendapatnya," ucap Hidayat.
Wakil Ketua MPR RI ini mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja sebelum disahkan juga sangat terburu-buru. Hal ini terlihat dari jadwal pengesahan RUU dalam rapat paripurna DPR yang mendadak dimajukan, dari tanggal 8 menjadi tanggal 5 Oktober.
Dari segi substansi, Hidayat bilang banyak substansi UU yang bermasalah. Salah satunya, UU ini condong kepada investasi asing dan banyak merugikan kepentingan kaum pekerja dari warga negara Indonesia, terutama para pekerja atau buruh
"Masalah investasi di Indonesia sebenarnya bukan soal perubahan regulasi, tetapi mengenai merajalelanya KKN dan inefisiensi birokrasi. Itu seharusnya jadi prioritas yang difokuskan oleh Pemerintah," jelas Hidayat.
Dia juga menilai UU Cipta Kerja tidak memberikan kepastian hukum. Awalnya, UU ini dihadirkan untuk memberikan kepastian hukum dan menyederhanakan peraturan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
"Disayangkan sekali, UU ini justru mengamanatkan banyak ketentuannya untuk diatur dalam peraturan pemerintah (PP), sehingga membuat peraturan tidak menjadi sederhana, dan penuh spekulasi politik," pungkasnya.