Produksi dan Lifting Rendah, SKK Migas Sebut Indonesia Kehilangan Minyak 20.000 Barel per Hari

JAKARTA - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengungkapkan produksi dan lifting minyak dan gas (migas) Indonesia masih terkendala rendahnya entry poin di tahun 2022 karena terimbas dampak pandemi Covid-19. Ia mengakui, dengan rendahnya entry poin tersebut, Indonesia kehilangan 20.000 barel oil per hari (BOPD).

"Mostly kita masih terkena dengan kendala-kendala entry point yang sangat rendah di tahun 2022, karena dampak pandemi di 2021. Jadi kita lost disana sekitar 20 ribu barel oil per hari,” paparnya dalam konferensi pers Kinerja SKK Migas Kuartal I 2022, Jumat 22 April.

Dalam pemaparannya ia mengungkapkan lifting minyak selama Januari hingga Maret 2022 rata-rata mencapai 611,7 ribu barel per hari (bopd), lebih rendah dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar 703 ribu BOPD.

Sementara itu untuk lifting gas, rata-rata kuartal I masih sebesar 5.321 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), lebih rendah dari target 5.800 MMSCFD.

Sebelumnya, pada Januari 2021 terjadi penurunan lifting hingga 652 bopd karena adanya declined, kebocoran pipa, unplanned shutdown pada beberapa tempat pengeboran minyak bumi di Indonesia.

Ia merinci, pada awal tahun 2021, terjadi sejumlah unplanned shutdown seperti di Husky-CNOOCK Madura Limited (HCML) dan Medco Natuna. Sementara Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) mengalami kebocoran pipa pada Mei 2021.

Tak hanya itu, terdapat juga penghentian operasi di PHE ONWJ yang diikuti dengan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL) akibat gangguan listrik. Akibatnya, produksi minyak pada Januari 2022 yang anjlok di posisi 616.000 BOPD.

"PHR penangkal petirnya tidak berfungsi. Belum lagi EMCL yang sempat terbakar karena sambungan kabelnya terbakar jadi ini adalah unplaned shutdown yang terjadi sehingga turun lagi di 616," imbuhnya.

Sementara itu pada bulan Februari dan Maret tercatat peningkatan lifting namun terkendala problem pada EMCL yang mengalami penurunan akibat longsor sehingga menyebabkan pipa bengkok.

"Ada hal yang berbahaya sehingga kita stop. Kita kehilangan 11.000 produksi di Cepu. Lawan kita yang utama adalah unplaned shutdown," pungkas Dwi.