Kasus Hoaks Dana PEN Berupa 3 Ekor Sapi di NTB Terus Bergulir, Tersangka Diserahkan Polisi ke JPU

NTT - Kasus hoaks perihal bantuan pemerintah dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berupa tiga ekor sapi senilai Rp100 juta di NTB terus bergulir. Polda NTB menyerahkan barang bukti dan tersangka SS kasus tersebut kepada jaksa penuntut umum.

Kepala Bidang Humas Polda NTB Komisaris Besar Polisi Artanto mengungkapkan, penyerahan ini merupakan tindak lanjut dari kabar jaksa peneliti yang telah menyatakan berkas milik tersangka SS sudah lengkap syarat formil maupun materiil atau P-21.

"Jadi, dengan sudah dilaksanakannya penyerahan tersangka bersama barang bukti atau tahap dua dari kasus ini, berarti penanganan di kami sudah tuntas," kata Artanto di Mataram, dikutip dari Antara, Rabu 21 April.

Perihal adanya penyerahan tahap dua tersebut, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram Heru Sandika Triyana membenarkan bahwa jaksa penuntut umum sudah menerimanya secara resmi dari penyidik kepolisian. "Sebelum siang tadi diterimanya," ujarnya.

Untuk kelanjutannya, jaksa penuntut umum kembali menahan tersangka SS di Rutan Polda NTB dan kini menyiapkan surat dakwaan untuk syarat sidang di pengadilan.

"Jadi sekarang statusnya tahanan titipan jaksa penuntut umum di Rutan Polda NTB dan untuk surat dakwaan, sekarang sedang proses," ujarnya.

Tersangka SS merupakan Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Rinjani yang kini terancam hukuman penjara 10 tahun.

Ancaman itu sesuai Pasal 14 ayat 1,2 dan Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang mengatur tentang sangkaan pidana penyebar berita bohong.

Selain sangkaan tersebut, penyidik kepolisian juga menerapkan Pasal 28 ayat 2 Juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Untuk sangkaan pasal ini masih berkaitan dengan penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan di tengah masyarakat.

Ancaman pidana dari dugaan itu tertera dalam Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Ancaman pidana juga disangkakan kepada SS perihal pendistribusian informasi yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik, dalam hal ini tudingan ke pemerintah yang menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.

Sangkaan tersebut sesuai dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Untuk ancaman pidananya, hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, sesuai Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dalam materi berkas perkara, dijabarkan soal konten "YouTube" diduga milik SS berjudul "Konferensi Pers KSU Rinjani". Dalam konten tersebut, SS diduga menuding pemerintah menyembunyikan penyaluran dana PEN untuk masyarakat.

Hal demikian yang kemudian menjadi motif SS menyebutkan program penyaluran KSU Rinjani yang menjanjikan bantuan tiga ekor sapi dengan anggaran Rp100 juta untuk setiap anggota, terhambat.

Unggahan itu yang diduga menimbulkan reaksi dari sejumlah anggota KSU Rinjani, hingga melakukan aksi unjuk rasa dengan menuntut pemerintah agar segera menyalurkan bantuan tiga ekor sapi dari dana PEN tersebut.

Perihal tudingan bantuan itu, tim siber telah meminta klarifikasi kepada pihak pemerintah. Klarifikasi itu diperoleh sejak kasusnya masih ditangani di tahap penyelidikan.

Dari klarifikasi, pemerintah telah menyatakan tidak ada program atau anggaran demikian, baik dari pusat maupun daerah.

Pernyataan klarifikasi dari pemerintah itu pun telah dikuatkan dengan pemeriksaan data dan program yang sedang maupun akan berjalan.

Selain bukti dari klarifikasi, penetapan SS sebagai tersangka juga dikuatkan dengan keterangan ahli di bidang bahasa maupun informasi dan transaksi elektronik.