AHY Puji Benny K Harman ‘Macan Parlemen’ yang Pimpin Walkout di Paripurna UU Cipta Kerja

JAKARTA - Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memuji Benny K Harman (BKH) yang memimpin walkout Fraksi Demokrat saat paripurna DPR pengambilan persetujuan pengesahan UU Cipta Kerja. 

“Bang BKH adalah sahabat diskusi saya. Ia adalah politisi senior (juga Wakil Ketua Umum) Partai Demokrat berasal dari NTT, yang sering disebut sebagai Macan Parlemen karena keberaniannya untuk menyuarakan aspirasi Rakyat di DPR RI,” kata AHY dikutip dari akun Instagram agusyudhoyono, Rabu, 7 Oktober.

AHY pada pagi tadi berdiskusi dengan Benny Harman mengenai upaya memperjuangkan harapan rakyat terutama setelah Fraksi Demokrat menolak RUU Cipta Kerja Omnibus Law. Perjuangan Demokrat sambung AHY kandas di paripurna pada Senin, 5 Oktober.

“Kami kurang suara. Sekali lagi saya mohon maaf kepada masyarakat, terutama kaum buruh dan pekerja. Bang BKH mendesak agar hak Fraksi menyampaikan pendapat bisa dibacakan serta mendesak agar dilakukan voting, karena dua dari sembilan fraksi tidak menyetujui pengesahan RUU Ciptaker,” papar AHY.

Saat desakan ini ditolak pimpinan sidang paripirna, Benny Harman memimpin Fraksi Demokrat walkout. Walkout disebut AHY sebagai bentuk penolakan atas berbagai cacat prosedur dan cacat substansi yang terjadi dalam pembahasan Omnibus Law tersebut.

“Saya bangga dan mengapresiasi sikap dan keberanian Bang BKH ini. Menurut saya, kapasitas seseorang bisa di-upgrade, tapi keberanian untuk membela kebenaran dan keadilan sulit di-upgrade,” tutur AHY. 

Benny Harman sebelumnya menyebut ada dua alasan yang membuat mereka walkout atau keluar dari Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 yang berakhir dengan pengesahan Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Dua alasan ituadalah teknis dan substansif.

"Alasan teknis itu adalah mekanisme pengambilan keputusan. Keputusan diambil secara musyawarah dan mufakat apabila semua anggota fraksi yang ada di dalam rapur itu menyetujui," kata Benny kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober.

Menurut dia, mekanisme pengambilan suara yang dilakukan dalam rapat paripurna itu tidak sesuai dengan tata tertib. Sebab, apabila ada fraksi yang menolak harusnya mekanisme pengambilan suara dilakukan dengan sistem lobi maupun pemungutan suara atau voting. Namun, yang terjadi dalam pengesahan tersebut, pimpinan rapat malah justru melanjutkan agenda rapat.