Paskah: Hari Raya Kristen yang Selalu Berubah Tanggal, Meskipun Tidak Mengubah Makna
JAKARTA – Paskah merupakan perayaan keagamaan tertua di dalam Agama Kristen. Paus Leo Agung yang memimpin Gereja Katolik Roma pada 440-461 menyebutkan Paskah adalah festus festorum atau perayaan dari segala perayaan. Di sini Paus ingin menekankan pentingnya Paskah bagi orang Kristen. Bahkan dia mengatakan bahwa Natal hanyalah persiapan dari Paskah.
Kristen meyakini bahwa Paskah adalah hari kemenangan manusia dari dosa. Kemenangan itu ditandai dengan kebangkitan Yesus Kristus, tiga hari setelah dia disalibkan di Golgota.
Paskah sebenarnya juga dirayakan oleh Agama Yahudi, namun dalam konteks yang berbeda. Bagi Agama Yahudi, Paskah diperingati sebagai hari pembebasan Bangsa Yahudi dari perbudakan di Mesir. Tetapi ada persamaan juga di antara keduanya, karena bulan peringatan Paskah selalu jatuh pada Maret atau April.
Berbeda dengan Natal yang selalu dirayakan pada 25 Desember, Paskah tidak pernah diperingati di tanggal yang sama pada setiap Maret atau April. Tahun ini Paskah jatuh pada 17 April, tiga hari setelah orang Kristen memperingati kematian Yesus di kayu salib pada perayaan Jumat Agung, 15 April.
Paskah 2021 jatuh pada 4 April, setelah perayaan Jumat Agung pada 2 April. Demikian juga pada perayaan Paskah sebelum dan yang akan datang, tanggalnya selalu berubah. Tentu hal tersebut akan diikuti perayaan penting Agama Kristen selanjutnya, yaitu Kenaikan Yesus Kristus atau Isa Almasih ke surga yang juga selalu berubah tanggalnya.
Perbedaan Penanggalan
Natal berpatokan pada sistem kalender Gregorian, yang mengacu pada revolusi bumi mengitari matahari. Penanggalan semacam ini disebut juga kalender surya. Sementara Paskah masih memakai sistem penanggalan Yahudi, yang digunakan sebelum Yesus lahir.
Penanggalannya berdasarkan kalender bulan. Agama Yahudi merayakan Paskah pada hari ke-14 dalam bulan yang disebut Nisan, yaitu bulan pertama dalam kalender Yahudi. Kalender Yahudi mempunyai 12 bulan dalam setahun, namun dengan jumlah hari hanya 354.
Penentuan Paskah dalam gereja modern diformulasikan saat Konsili I Nikea, yang digelar oleh Kaisar Agustinus Agung di Kota Nikea, Kekaisaran Romawi pada 325 Masehi. Konsili ini merupakan upaya pertama gereja untuk menemukan kesepakatan, dalam upaya menyelesaikan berbagai sengketa. Penyeragaman tanggal perayaan Paskah salah satunya.
Perbedaan sempat muncul pada sekitar abad ke-3, ketika beberapa kelompok Kristen beranggapan bahwa penanggalan Yahudi tidak tepat. Menurut mereka umat Yahudi keliru menentukan hari-hari bulan Nisan, karena hari ke-14 jatuh sebelum ekuinoks musim semi. Ekuinoks adalah fenomena saat matahari tepat berada di atas khatulistiwa, sehingga lama waktu siang dan malam sama.
Ekuinoks menjadi penanda datangnya musim semi di bulan Maret. Secara ringkas dapat disebut bahwa umat Kristen memandang bahwa Paskah jatuh setelah hari ke-15 bulan baru bertepatan dengan ekuinoks musim semi, bukan sebelumnya atau hari ke-14.
Sejak Konsili I Nikea polemik soal tanggal Paskah memang mereda, meskipun tetap ada aliran-aliran Kristen yang merayakan menurut tradisi masing-masing. Kristen Yahudi dan Koptik Ortodoks Mesir misalnya, tetap merayakan Paskah seperti penanggalan Yahudi. Atau aliran-aliran Kristen kekinian yang banyak tumbuh di Amerika Serikat, seperti Armstrong Movements Churches dan American Presbyterian Church, yang menganggap perayaan Paskah saat ini justru diambil dari tradisi pagan.
Dikutip dari BBC, pada tahun 2009 kembali muncul usulan untuk menetapkan tanggal Paskah yang pasti. Masalah tanggal Paskah lantas didiskusikan oleh World Council of Churches (Dewan Gereja-Gereja Dunia), organisasi antargereja Kristen yang berdiri pada 1948. Namun kesepakatan tidak tercapai, dan Paskah tetap dirayakan dengan tanggal yang berubah-ubah seperti yang ada sekarang.