Belanja APBD Baru Sampai Rp500 miliar dari Rp3,8 Triliun, Pemprov Kepri Dorong Percepatan Realisasi untuk Dongkrak Perekonomian

JAKARTA - Realisasi belanja APBD Kepulauan Riau hingga April 2022 mencapai Rp500 miliar atau 12,92 persen dari target Rp3,8 triliun. Pada periode yang sama, realisasi pendapatan Rp671 miliar atau 19,29 persen dari target Rp3,4 triliun.

Atas catatan itu, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad mendorong realisasi keuangan dan pendapatan terus dipercepat untuk mendongkrak perekonomian masyarakat di tengah pandemi COVID-19.

"Mana-mana yang bisa didorong secepatnya, kita dorong. Peraturan Kepala Daerah (Perkada) dipercepat, dan penyaluran bansos juga dipercepat. Itu semua supaya realisasi capaian kita meningkat," kata Ansar dikutip Antara, Jumat 15 April.

Ansar juga meminta tidak ada kegiatan dana alokasi khusus (DAK) Fisik dan dekonsentrasi yang stagnan. Kegiatan-kegiatan yang sedang berproses seperti lelang agar terus diikuti dan tidak sampai lengah.

"Jangan sampai ada dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang tidak terealisasi," ujar dia.

Sementara itu, Kepala Kanwil Dirjen Perbendaharaan Indra Soeparjanto memaparkan akun belanja negara sampai 31 Maret 2022 di Kepri telah terealisasi sebesar Rp2,5 triliun atau 17,65 persen dari total Rp14,4 triliun.

Sementara itu, realisasi penyaluran dana TKDD telah mencapai Rp1,6 triliun atau 21,73 persen dari pagu Rp7,4 triliun.

"Isu strategis belanja APBN adalah penumpukan realisasi belanja di Desember, di mana angka rata-rata realisasi belanja Desember dalam kurun waktu 10 tahun terakhir berada jauh di atas angka rata-rata realisasi belanja bulanan yaitu 19,91 berbanding 7,50 persen," katanya.

Kepala Kanwil Dirjen Pajak Cucu Supriatna juga memaparkan penerimaan pajak di Kepri per 31 Maret 2022 menempati urutan ke 16 nasional yaitu 29,86 persen.

Ia turut memaparkan isu strategis mengenai kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) per 1 April 2022 menjadi 11 persen dari yang sebelumnya 10 persen.

"Ini untuk menjalankan amanat UU HPP Nomor 7 tahun 2021. Selain itu, ini merupakan upaya untuk membangun fondasi perpajakan yang kuat, memperkuat ekonomi Indonesia dalam jangka panjang dan membantu membiayai APBN, serta menyeimbangkan tarif PPN di negara anggota G20 dan OECD," ucapnya.