Barang Naik, Hidup Makin Sulit
JAKARTA - Harga pertamax naik. Kenaikan ini menyusul harga gas 12 kilogram yang lebih dulu. PPN juga naik dari 10 menjadi 11 persen. Itu belum cukup. Pemerintah juga memberi sinyal kalau harga gas 3 kilogram, pertalite dan listrik bakal naik.
Presiden Jokowi dalam sidang kabinet paripurna Selasa lalu mengakui kenaikan tidak bisa terelakkan. Apalagi ekonomi global kini sedang bergejolak dan menimbulkan inflasi di berbagai negara bukan hanya Indonesia.
Salah satu negara yang disebut mengalami inflasi adalah Amerika Serikat yang kini mencapai 7,9 persen. Biasanya inflasi di bawah satu persen.
Kondisi serupa juga terjadi di sejumlah negara lain. Turki misalnya. Inflasinya mencapai 54 persen. Dengan kondisi ini, maka kebutuhan pokok di Tanah Air juga ikut naik.
Kata Jokowi seperti dilansir dari You Tube resmi Sekretariat Negara, dari angka-angka tersebut, pemerintah sudah mencoba menahan agar tidak terjadi kenaikan tetapi situasi tidak memungkinkan.
“Enggak mungkin kita tidak menaikkan yang namanya BBM. Enggak mungkin. Oleh karena itu kemarin naik Pertamax," kata Presiden Jokowi.
Untuk membantu rakyat pemerintah sudah mengeluarkan beberapa program. Mulai dari BLT, bansos dan bantuan lainnya. Pertanyaannya, berapa lama rakyat bertahan?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penduduk miskin di Indonesia per September 2021 mencapai 26,50 juta orang atau 9,71 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin (17/1/2022) lalu mengungkapkan, dibanding bulan Maret 2021, jumlah penduduk miskin menurun 1,04 juta orang. Kalau dibanding bulan September 2020 turun 1,05 juta orang.
Menurut Margo, kondisi tersebut menandakan perbaikan selama pandemi COVID-19, jika dibanding dengan tahun 2019 yang belum terjadi pandemi, jumlah penduduk miskin masih jauh lebih tinggi.
Margo menjelaskan, tingkat kemiskinan juga dipengaruhi oleh naiknya harga komoditas. Berdasarkan catatan BPS, komoditas yang mengalami peningkatan dan turut berpengaruh pada garis kemiskinan adalah daging sapi, susu kental manis, minyak goreng, tepung terigu, dan ikan kembung.
Karena Kepala BPS dalam kesempatan itu juga mengungkapkan garis kemiskinan (GK) pada bulan September 2021 sendiri mencapai Rp 486.168 per kapita per bulan. Angkanya naik 2,89 persen dari Rp 472.525 per kapita di bulan Maret 2021 dan naik 5,93 persen dibanding September 2020. Jika rata-rata pengeluaran per kapita penduduk miskin lebih kecil dari GK maka dikategorikan penduduk miskin.
Bisa dibayangkan jika kenaikan PPN, gas, BBM, listrik, minyak goreng dan tol terjadi dalam waktu yang tidak terlalu jauh? Apa tidak akan menambah masyarakat miskin baru?
Apalagi seperti diungkapkan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (6/4/2022) lalu, 93 persen masyarakat di Indonesia telah menggunakan gas LPG 3 kilogram (kg). Jumlah yang sangat besar.
Memang untuk meringankan beban masyarakat pemerintah melakukan program bantuan jangka pendek berupa BLT (bantuan langsung tunai). Salah satunya BLT minyak goreng. Bantuan itu akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan goreng kata Presiden Jokowi dalam dalam pengumuman yang disiarkan lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Bantuan diberikan sebesar Rp100 ribu setiap bulannya. Pemerintah akan memberikan bantuan tersebut untuk tiga bulan sekaligus, yaitu April, Mei, dan Juni yang akan dibayarkan di muka pada bulan April 2022 sebesar Rp300 ribu.
Selain BLT minyak goreng pemerintah juga mengeluarkan bantuan untuk pekerja yang punya upah di bawah Rp3,5 juta sebesar Rp1 juta. Juga BLT untuk UMKM.
Tapi, sepertinya itu belum cukup. Karena kebijakan pemerintah menurut pengamat seperti dimuat di beberapa media, kenaikan PPN dan rencana menaikkan listrik dan BBM non subsidi berpotensi menjadi variabel kenaikan inflasi di atas batas proyeksi inflasi tahun ini yang dikisaran 4 persen.
Dan, seperti diketahui Indonesia baru saja mengalami pandemi COVID-19. Akibat pendemi ini banyak sektor yang terimbas. Tidak sedikit masyarakat yang mengalami PHK. Memang, seperti diungkapkan Presiden Jokowi pemerintah mengambil keputusan tersebut merupakan pilihan sangat berat. Tapi, mungkin ada cara lain yang bisa ditempuh. Menaikkan beberapa produk yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak dalam waktu yang hampir bersamaan tentu bukan pilihan yang bijak. Penyesuaian harga atau versi rakyat kebanyakan kenaikan harga berpotensi menekan daya beli masyarakat. Bisa juga meningkatkan garis kemiskinan atau menambah orang miskin. Karena tahun 2022 sebenarnya merupakan tahun transisi pemulihan ekonomi. Apalagi ada resiko munculnya varian baru COVID-19 yang dapat mengganggu proses pemulihan ekonomi. Kasihan rakyat.