90 Persen Rakyat Papua Tak Persoalkan Otsus, Mahfud: Yang Minta Hentikan Hanya di Medsos

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengklaim 90 persen masyarakat Papua tak mempermasalahkan soal otonomi khusus (Otsus). Menurutnya, yang mempermasalahkan adalah orang-orang tertentu dan mereka yang hanya ramai di media sosial.

"Kami sudah komunikasi dengan berbagai pihak. Kami juga sudah membahas pandangan-pandangan dari majelis rakyat Papua, DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua), tokoh-tokoh masyarakat. Kesimpulannya, lebih dari 90 persen rakyat Papua itu tidak mempersoalkan Otsus. Itu kan yang ngomong-ngomong hentikan Otsus tak usah diperpanjang itu kan hanya orang-orang tertentu saja dan medsos tertentu saja. Dari itu ke itu juga lalu dipantulkan ke luar negeri. Tapi kan kita orang Indonesia. Kami ke dalam hampir ga ada yang menolak itu," kata Mahfud dalam konferensi pers yang dilaksanakan secara daring, Jumat, 2 Oktober.

Lagipula, Mahfud menyebut, yang dilakukan perpanjangan bukanlah penerapan otonomi khusus. Sebab, Otsus Papua ini akan terus berlaku tanpa perlu diperpanjang. 

Adapun yang dilakukan pemerintah saat ini adalah merevisi salah satu pasal di UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua ini. "Bukan mengkahiri atau memperpanjang undang-undangnya tapi merevisi Pasal 34 tentang dana otsus karena dana itu habis masa berlakunya pada 2021. Sehingga kalau sekarang tak direvisi, dana tidak sah secara hukum," tegasnya.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, pemerintah akan memberikan dana otonomi khusus sesuai dengan permintaan masyarakat Papua dan hal ini dibuktikan dengan peningkatan dana alokasi umum sebesar 2,5 persen. Hanya saja, dia menyebut masyarakat di sana harusnya bisa merasakan manfaat dari dana alokasi tersebut. 

Sehingga, pemerintah dalam melakukan revisi ini, pemerintah akan berupaya mengatur agar kendali masalah dana otsus ini bisa dikendalikan dari pusat. Tujuannya agar semua masyarakat bisa merasakan dana tersebut. "Sekarang kita atur. Ini dananya banyak untuk mu, wahai rakyat Papua. Kita aturlah, agar sampai ke rakyat," ungkap dia.

Lebih lanjut, Mahfud juga menyebut dirinya kerap mendengar banyak informasi atau pernyataan yang menyesatkan soal kondisi masyarakat Papua yang miskin padahal daerahnya kaya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah pusat sebenarnya mengeluarkan uang lebih banyak untuk Papua setiap tahunnya mencapai Rp46 triliun tapi pendapatan yang diperoleh justru tidak banyak.

"Ini data nih, pemerintah mengeluarkan dana untuk Papua, itu setiap tahunnya Rp46 triliun sekian. Sementara hasil eksplorasi alam dari Papua, termasuk emas hutan dan lain, termasuk pajak dari perusahaan yang ada di Papua, termasuk Freeport, itu sumbangannya kepada negara hanya Rp12 triliun sekian. Jadi seperempatnya," ujarnya.

"Jadi dari mana orang menuduh kalau kekayaan Papua itu dikuras oleh pusat dan rakyatnya tak kebagian. Kalau perhitungan Rizal Ramli yang dikemukakan di ILC bersama saya, rata-rata per kepala orang Papua itu mendapat 17 kali lebih banyak dari rata-rata per kepala nasional. Tapi tak sampai karena di situ banyak korupsinya," pungkasnya.