Imbas Perang Rusia-Ukraina, Pengusaha Ramal Inflasi Indonesia Akan Lebih dari 4 Persen

JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memperkirakan inflasi Indonesia tahun ini akan lebih dari prediksi pemerintah yakni di atas 4 persen. Sebab, terjadi kenaikan harga yang dipicu tekanan global, salah satunya adalah perang Rusia-Ukraina.

"Inflasi pemerintah asumsikan kalau tidak salah 3-4 persen, tapi kami memperkirakan kemungkinan besar di atas 4 persen kalau melihat situasi seperti ini," katanya, dalam diskusi virtual, Kamis, 7 April.

Lebih lanjut, Hariyadi mengatakan kenaikan sejumlah harga komoditas pangan melonjak dan mencapai rekor tertinggi di tengah konflik Rusia-Ukraina. Bahkan, transmisi pada sektor pangan sudah terasa di Indonesia yang tercermin dari harga minyak goreng yang melambung tinggi.

"Harga minyak sawit (CPO) melonjak karena permintaan berlanjut dan bertepatan dengan berkurangnya ketersediaan ekspor dari Indonesia sebagai produsen utama CPO," jelasnya.

Tak hanya minyak goreng, kata Hariyadi, harga kedelai juga terus meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan memburuknya prospek produksi kedelai di Amerika Serikat.

Kemudian, harga sereal juga meningkat karena didorong dengan kenaikan harga gandum yang dipicu konflik Ukraina dan Rusia. Sebab, Ukriana merupakan negara produsen utama gandum di dunia.

"Jangan lupa bahan pupuk dari Rusia juga dominan ada kalium, amonia dan sebagainya itu juga menguasai hampir 40 persen ekspor dunia untuk pupuk. Harga pupuk sudan melonjak tinggi, ini juga problem ke pangan juga," ucapnya.

Hariyadi mengatakan harga daging juga sudah mencapai rekor tertinggi karena permintaan impor yang diperkuat di tengah ketatanya pasokan sapi siap potong Brasil dan adanya kebijakan reproduksi di Australia.

"Kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dan energi sudah berkontribusi terhadap inflasi," ucapnya.

Karena itu, Hariyadi menyampaikan ada beberapa strategi yang harus dilakukan pemerintah dan seluruh pihak untuk meredam potensi dampak kenaikan inflasi akibat krisis konflik Rusia dan Ukraina.

Pertama, pemberian stimulus bantuan sosial dengan operasi pasar, kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan harga acuan untuk bahan pangan dilakukan secara merata berkesinambungan dan tepat sasaran.

Kedua, pemerintah harus memastikan ketersediaan pasokan melalui pemenuhan logistik di daerah konsentrasi dengan mengkonsumsi tinggi. Dunia usaha minyak ini cadangan beras pemerintah tetap mencukupi dan memadai.

"Sebetulnya kita cukup beruntung dari sisi cadangan beras itu kita cukup baik. Kalau kita melihat pada 2020 dimana saat itu pandemi yang paling parah sebetulnya impor beras kita untuk konsumtif kalangan menengah atas. Jadi kalangan menengah dan bawah tercukupi. Ini yang menurut kami ketersediaan pasokan khususnya beras ini memang dijaga betul," ucapnya.

Ketiga, pemerintah juga harus memastikan kelancaran distribusi. Pengawasan juga dilakukan bersama Polri, kerja sama antara pemerintah daerah dan rekayasa sistem logistik melibatkan BUMN.

Karena itu, kata Hariyadi, Apindo meminta agar solidaritas kerjasama antar kementerian/lembaga berlangsung efektif terutama faktor kecepatan.

Terakhir, pemerintah harus melakukan komunikasi yang efektif. Apindo menekankan akan pentingnya koordinasi dari pemerintah bersama tim pengendalian inflasi daerah dan pusat (TPID dan TPIP), sekaligus melakukan monitoring stok.

"Dan memastikan agar tidak terjadi panic buying. Dunia usaha juga meminta apabila terjadi panic buying agar dimunculkan komunikasi yang bijak dari pemerintah untuk meredam fenomena kontraproduktif itu," ucapnya.