Sejarah Istana Merdeka: Mengapa Dibangun Berdekatan dengan Istana Negara?

JAKARTA - Saat Indonesia merdeka, Belanda belum buru-buru mengakui kedaulatan negara bekas jajahannya. Negara itu baru mengakui kemerdekaan Indonesia hampir lima tahun kemudian yakni pada 27 Desember 1949.

Upacara penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda sebagaimana ditulis Kukuh Pamuji dalam Menyelisik Museum Istana Kepresidenan Jakarta (2020) digelar di dua tempat: Istana Gambir, Jakarta dan Istana Dam, Amsterdam. Saat itulah, bendera Merah-Putih-Biru untuk terakhir kalinya merayap turun dari gedung istana bekas jajahannya. 

Penurunan bendera tersebut disambut sorak-sorai kaum bumiputra. Suasana semakin semarak saat lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang mengiringi naiknya Sang Saka Merah Putih. 

"Merdeka! Merdeka! Hidup Indonesia!" ucap mereka.

Pekikan kata "merdeka" itulah yang membuat Presiden Indonesia Pertama Sukarno tergerak mengubah nama Istana Gambir menjadi Istana Merdeka. Sehari setelah penyerahan kedaulatan, Bung karno menjadikan Istana Merdeka sebagai kediamannya semasa menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Sementara itu, di Troonzaal (Bangsal Singgasana) Istana Dam, Amsterdam, Ratu Juliana turut menandatangani naskah pengakuan kedaulatan itu. Raju Juliana kemudian menyerahkan naskah itu kepada Perdana Menteri Republik Indonesia, Mohammad Hatta yang memimpin Delegasi Republik Indonesia dalam perundingan.

Istana Merdeka (Sumber: Wikimedia Commons)

Berdekatan dengan Istana Negara

Letak Istana Merdeka hanya sepelemparan batu dengan Istana Negara. Ada sejarah panjang mengapa dua tempat kediaman pemimpin negara ini dibangun berdekatan. 

Istana Negara awalnya dirancang sebagai Vila Rindang. Sementara, Istana Merdeka sengaja dibangun untuk menjadi kediaman para Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang berjuluk Koningsplein Paleis atau Istana Wakil Tinggi Mahkota Belanda.

Pembangungan Koningsplein Paleis --sebutan lain Istana Merdeka-- tak lain karena Istana Rijswijk –Istana Negara-- sudah tak memenuhi syarat sebagai kediaman Gubernur Jenderal, sebagaimana yang pernah kami ulas sebelumnya. Alhasil, Koningsplein Paleis pun dibangun oleh Gubernur Jenderal James Loudon pada 1873 dan diresmikan oleh penggantinya Johan Willem van Landsbarge untuk menghormati pernikahan Raja Willem III pada 1879.

“Istana Merdeka atau Koningsplein Paleis yang dibangun 1873, sesungguhnya lebih muda dari Istana Negara yang dibangun pada 1796, terletak di kawasan yang sama tapi bagian mukanya menghadap Jalan Veteran,” tulis Alwi Shahab dalam Betawi: Queen of The East (2002).

Saat dibangun Belanda, Istana Merdeka sebenarnya masih tergolong sederhana bila dibandingkan dengan Istana Tokyo, Bangkok, atau beberapa istana di India. Pasalnya saat itu pemerintah kolonial tengah menghemat anggaran, karena pecah perang di Nusantara. Anggaran yang keluar untuk membangun Istana Merdeka hanya 289.250 gulden.

Menariknya, Bangunan yang dibangun dengan luas 2.600 meter persegi itu dirancang berdasarkan ide dari Ir. Couvee Djen dan direalisasikan oleh Ir. H.M. Debbete sebagai arsiteknya. Dikutip dari Adolf Heuken SJ dalam Medan Merdeka: Jantung Ibu Kota RI (2008), pembangunan pun dilaksanakan oleh Firma J.B Drossares.

Pendek kata, Koningsplein Paleis kemudian dibangun dalam gaya neo-klasik tropis dengan massa tipis dan atap besar. “Gedung utama diapit oleh dua sayap dengan gerbang lengkung (arch) yang menguatkan kesan keistanaan. Bentuk jendela dengan pediment dan louvre meringankan tampak muka.”

Caption

Meski dianggarkan tak terlalu besar, secara tampilan Koningsplein Paleis tampak membuat kagum warga Batavia. Lantaran penyebutan Koningsplein Paleis sukar diucap oleh warga sekitar, banyak di antaranya menyebut bangunan ini dengan sebutan Istana Gambir, mengacu pada banyaknya pohon gambir yang ada di kawasan tersebut.

Tampilan luar Istana pun tampak elegan lewat serambi lebar dengan enam pilar bundar laras Doria di bagian depan istana. Permukaan lantai pun tampak dinaikkan setinggi dua meter sebagai upaya mengatasi kelembaban.

“Dengan demikian keagungan, yang ditopang enam belas anak tangga dari marmer putih yang terbentang di muka serambi istana, bertambah,” ungkap tokoh penting dalam penulisan sejarah Jakarta, Adolf Heuken SJ.

Bangunan Istana Merdeka tercatat hingga kini terbagi menjadi beberapa ruang. Antara lain serambi depan, ruang kredensial, ruang jamuan, ruang resepsi, ruang bendera pusaka & Teks Proklamasi, Ruang Kerja, Ruang Tidur, Ruang Keluarga: Ruang Istirahat, dan Dapur. Istana ini menghadap ke lapangan Bufelsloo (Lapangan Monumen Nasional).

Tercatat hingga kini, sebanyak 20 orang telah mendiami Istana Merdeka. Antara lain 15 gubernur jenderal Hindia Belanda, tiga Saiko Syikikan (Panglima Tertinggi Tentara XVI Jepang di Jawa), dan tiga presiden Indonesia. Presiden RI yang betul-betul tinggal adalah Soekarno, Abdurrahman Wahid, dan Joko Widodo sebelum kemudian bertempat tinggal di Istana Bogor.