Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, 5 Juta Buruh akan Mogok Nasional
JAKARTA - Puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja menyepakati untuk melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja. Kesepakatan ini diambil setelah mendengarkan pandangan dari masing-masing serikat pekerja, dalam rapat bersama di Jakarta, Minggu 27 September.
Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, rapat bersama ini dihadiri pimpinan KSPI, KSPSI AGN, serta perwakilan 32 federasi serikat pekerja. Di antaranya beberapa federasi yang tergabung dalam KSPSI pimpinan Yorrys seperti SP LEM. Termasuk aliansi serikat pekerja seperti GEKANAS (Gerakan Kesejahteraan Nasional) yang beranggotakan 17 federasi.
Mogok nasional akan dilakukan secara konstitusional dengan tertib dan damai, direncanakan akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut, dimulai pada tanggal 6 Oktober 2020 dan diakhiri pada saat sidang paripurna yang membahas RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020.
"Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi. Di mana para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan," ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Senin 28 September.
"Dasar hukum secara konstitusional mogok nasional ini adalah menggunakan dua undang-undang, yaitu UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (Demonstrasi) dan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Para buruh tentu akan mengikuti prosedur dari dua undang-undang tersebut," lanjutnya.
Mogok nasional dengan menyetop produksi ini akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Melibatkan beberapa sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain.
Mogok nasional ini dilakukan sebagai bentuk protes buruh Indonesia terhadap pembahasan RUU Cipta Kerja yang dinilai lebih menguntungkan pengusaha. Misalnya dibebaskannya penggunaan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu, dihilangkannya UMSK, hingga pengurangan nilai pesangon.
Baca juga:
"Sejak awal kami meminta agar pelindungan minimal kaum buruh yang ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jangan dikurangi. Tetapi faktanya omnibus law mengurangi hak-hak buruh yang ada di dalam undang-undang eksisting,” kata Said Iqbal.
Sebagai pra mogok nasional, buruh Indonesia juga berencana melakukan aksi unjuk rasa setiap hari yang pelaksanaannya direncanakan akan dimulai tanggal 29 September hingga 8 Oktober 2020. Selain itu, bersama dengan elemen yang lain, buruh juga akan melakukan aksi nasional serentak di seluruh Indonesia yang direncanakan tanggal 1 Oktober dan 8 Oktober.
Di Ibukota, sasaran aksi buruh adalah Istana Negara, Kantor Menko Perekonomian, Kantor Menteri Ketenagakerjaan, dan DPR RI. Sedangkan di daerah, aksi akan dipusatkan di kantor Gubernur atau DPRD setempat.
"Ketika aksi-aksi yang kami lakukan tidak ditanggapi, puncaknya kami akan melakukan mogok nasional yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia sebagaimana kami jelaskan di atas," tegasnya.
Secara bersamaan, saat sidang paripurna untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020, selain mogok nasional menghentikan proses produksi di tingkat pabrik, puluhan ribu buruh se-Jawa juga akan melakukan demonstrasi di Gedung DPR RI selama berlangsungnya sidang paripurna.
Lebih lanjut dia menyampaikan, bahwa pihaknya akan mengajak elemen-elemen lain untuk bergabung dalam pemogokan umum ini. Faktanya mayoritas buruh Indonesia menolak omnibus law. Karena itu, pihaknya optimis seruan mogok nasional ini akan diikuti oleh hampir semua serikat pekerja di Indonesia. Bahkan tidak menutup kemungkinan buruh yang tidak berserikat pun akan ikut melakukan pemogokan.
"Selain dari buruh, berbagai elemen juga siap untuk melakukan aksi bersama untuk menolak omnibus law RUU Cipta Kerja adalah mahasiswa, petani, nelayan, masyarakat sipil, masyarakat adat, penggiat lingkungan hidup, penggiat HAM, dan lain-lain," pungkasnya.