Gaduh Perpanjangan Pemilu, Prof Hikam: Indonesia Tidak Dalam Kondisi Darurat Tapi...

JAKARTA - Wacana penundaan Pemilu 2024 semakin gaduh. Meski diklaim melalui data dengan mayoritas masyarakat menginginkan pemilu ditunda, faktanya Indonesia tidak berada dalam kondisi darurat yang mengharuskan gelaran pesta demokrasi lima tahunan dimundurkan. 

Pengamat politik dari President University, Prof AS Hikam menegaskan, pada prinsipnya kekuasaan harus dibatasi. Jika tidak ingin ada batasan, menurutnya, patut dipertanyakan apakah ada niat jahat dalam pengguliran wacana penundaan Pemilu 2024. 

"Kalau kita mau konsisten dengan substansi dalam demokrasi dan konstitusional, yang namanya kekuasaan itu prinsipnya harus dibatasi. Kalau ada ide-ide yang justru malah ingin tidak membatasi itu kan berarti secara etis perlu dipertanyakan niat baiknya," ujar Prof Hikam dalam sebuah diskusi daring yang diunggah akun YouTube Padasuka TV, Rabu, 16 Maret. 

Terlebih, alasan perpanjangan hanya karena pemulihan ekonomi akibat pandemi. Padahal, pada 2020 lalu Indonesia sukses menjalankan pemilihan kepala daerah ditengah COVID-19 masih meninggi. 

"Itu argumentasi yang dipakai sangat tidak masuk akal, karena kita tidak ada dalam situasi bahwa kita harus memperpanjang dengan kondisi darurat," tegas Hikam. 

Ditambah lagi ada sebuah big data yang mengatakan mayoritas rakyat ingin pemilu ditunda. Tapi data tersebut tidak diungkap secara jelas kepada publik. 

Atas dasar itu, Hikam menilai bahwa negara tidak dalam kondisi darurat tapi memang sedang tidak dalam keadaan normal dan baik-baik saja. 

"Dijelaskan tadi rakyat oleh big data, yang namanya pandemi pun walaupun kita memang harus berusaha keluar dari sana, itu tidak bisa dipakai sebagai sesuatu yang menghalangi. Oleh karenanya ini saya kira ini bagian dari indikator bahwa kita memang tidak dalam keadaan normal dalam berdemokrasi," katanya. 

Hikam menilai, klaim-klaim penundaan pemilu ada urusannya dengan penilaian internasional bahwa indeks demokrasi Indonesia memang menurun. Karena itu, semestinya dicari penyebab turunnya kesadaran demokrasi di lingkungan masyarakat. 

"Yang penting kita lakukan adalah mencari, mendeteksi kenapa terjadi kesempatan ini. Peraturan sudah jelas, kalau menurut saya Pak Jokowi adalah orang yang konstitusional itu tapi silakan aja menafsirkan," katanya.