Pakar Hukum Ingatkan Perubahan Konstitusi Bisa Bikin Indeks Demokrasi Merosot

JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Indonesia, Bintang Hidayanto mengingatkan pemerintah untuk tidak mengubah konstitusi hanya untuk tujuan politik.

Bintang menegaskan jika konstitusi suatu negara bisa dengan mudahnya diubah pemusatan kekuasaan belaka, hal ini dapat menjadi sinyal bahwa pemerintahan tidak menjunjung tinggi supremasi hukum.

"Perjalanan sejarah membuktikan bahwa perubahan konstitusi untuk tujuan pemusatan kekuasaan akan dipandang oleh dunia internasional sebagai tindakan despotis dan mengarahkan pemerintahan suatu negara pada otoritarianisme," kata Bintang dalam keterangannya, Rabu, 16 Maret.

Bintang menuturkan jika perubahan konstitusi dengan tujuan politik juga bisa membuat indeks demokrasi merosot.

Sementara, indeks demokrasi sangat penting bagi sebuah negara, selain sebagai angka yang menggambarkan kehidupan demokrasi di sebuah wilayah, indeks demokrasi juga sangat berpengaruh terhadap diplomasi sebuah negara di dunia internasional.

"Tantangan bangsa Indonesia saat ini bagaimana caranya mewujudkan pemilu yang demokratis yang menjunjung tinggi rule of law. Apabila kita bisa, maka dunia akan semakin yakin dengan kita. Apabila kita menyerah, maka dunia juga akan menyerah mendukung kita,” tutur Bintang.

Bintang menyebut saat ini Indonesia sangat membutuhkan investasi, baik dalam negeri maupun asing.

Bagi kalangan investor, adanya kepastian konstitusi lebih dibutuhkan dibandingkan dengan adanya paket kebijakan ekonomi yang belum dijamin konsistensi pelaksanaannya.

"Dengan merosotnya nilai-nilai demokrasi serta persepsi bahwa supremasi hukum tidak dijunjung tinggi suatu negara, maka tentunya akan menimbulkan efek negatif terhadap persepsi kemudahan berusaha dan berinvestasi di Indonesia," ungkapnya.