Ingin Beijing Bergabung Hentikan Invasi Rusia ke Ukraina, PM Australia: Tidak Ada Negara yang Berdampak Sebesar China
JAKARTA - China harus bertindak berdasarkan deklarasinya untuk mempromosikan perdamaian dunia, bergabung dengan upaya untuk menghentikan invasi Rusia ke Ukraina, kata Perdana Menteri Australia pada Hari Senin, memperingatkan dunia dalam bahaya dibentuk kembali oleh 'busur otokrasi'.
PM Scott Morrison juga menyebut dalam pidato yang luas, invasi Rusia tidak berjalan sesuai dengan rencana pemimpinnya, Vladimir Putin, yang dia katakan telah "melebih-lebihkan kapasitas bagaimana dia mungkin dapat menuntut perang ilegal tersebut".
"China telah lama mengklaim memiliki peran sebagai salah satu kekuatan besar di dunia dan menjadi kontributor perdamaian dan stabilitas global. Tidak ada negara yang akan memiliki dampak lebih besar, dalam menyelesaikan perang mengerikan di Ukraina ini selain China," kata PM Morrison di menanggapi pertanyaan setelah pidato di lembaga think tank Lowy Institute, melansir Reuters 7 Maret.
Lebih jauh, PM Morrison, yang pemerintahannya berselisih dengan mitra ekspor terbesarnya karena berbagai masalah, mengatakan dirinya kecewa dengan sikap diam China.
"Saya mendengarkan suara pemerintah China ketika mengutuk tindakan Rusia dan ada keheningan yang mengerikan," tandasnya.
China menolak menyebut serangan Rusia ke Ukraina sebagai 'invasi' sambil meminta negara-negara Barat untuk menghormati 'masalah keamanan sah' Rusia. Mereka juga menyerukan solusi untuk krisis melalui negosiasi.
Diketahui, Rusia menyebut kampanye yang diluncurkan pada 24 Februari sebagai 'operasi militer khusus', dengan mengatakan tidak memiliki rencana untuk menduduki Ukraina.
Kendati demikian, PM Morrison menyebutnya sebagai 'pelanggaran berat hukum internasional' dan 'contoh terbaru dari rezim otoriter yang berusaha menantang status quo melalui ancaman dan kekerasan".
Saat sebagian besar negara telah memutuskan perdagangan dengan Rusia dan perusahaan pembayaran seperti Visa dan Mastercard menangguhkan operasi di sana. China telah melonggarkan tarif gandum ke Rusia dan mungkin memasok sistem UnionPay-nya, kata Morrison.
"Bagi saya ini benar-benar mengejutkan dengan kepentingan internasional yang lebih luas. Selama mereka bertaruh untuk hal ini, maka saya khawatir pertumpahan darah akan terus berlanjut," kritiknya.
PM Morrison, yang komentarnya mewakili penajaman kritik Australia terhadap China, juga menyebut sikap diam China mengungkapkan kedekatan alami dengan Rusia yang memiliki implikasi luas.
"Sebuah busur otokrasi baru secara naluriah menyelaraskan untuk menantang dan mengatur ulang tatanan dunia dalam citra mereka sendiri," sebut PM Morisson.
Baca juga:
- Drone Bayraktar TB2 Jadi Sorotan: Wakil Menlu Turki Sebut Ukraina Beli, Bukan Bantuan
- Rusia Klaim Berhasil Hancurkan 2.119 Target Militer Ukraina, Termasuk Sukhoi Su-27 dan 108 Sistem Rudal S-300
- Kecam Invasi Rusia ke Ukraina, Paus Fransiskus: Ini Bukan Operasi Militer, Tapi Perang yang Menabur Kematian
- Korban Tewas Invasi Rusia ke Ukraina Sentuh 364, Presiden Erdogan dan Macron Kembali Telepon Putin
Lebih jauh dalam kesempatan yang sama, PM Morrison juga mempertanyakan apakah invasi itu sesuai dengan rencana Putin, seperti yang dikatakan Putin.
"Tidak ada keraguan bahwa Tuan Putin tidak mendapatkan apa yang dia cari. Saya pikir dia melebih-lebihkan kapasitas bagaimana dia mungkin bisa menuntut perang ilegal ini. Cara dia baru saja mengirim wajib militer muda ke dalam api, saya tidak melihat bagaimana itu akan beresonansi dengan baik di Rusia," papar PM Morisson.
Ditambahkan olehnya, ia meramalkan perlawanan di Ukraina yang hanya akan tumbuh seiring waktu. "Saya pikir setiap keuntungan yang berpotensi dibuat akan sangat sulit untuk dipertahankan".