Rusia Gelar Operasi Militer Khusus, Kemlu: Rencana Kontingensi Sudah Dijalankan, Ada WNI di Ukraina Timur
JAKARTA - Pemerintah Indonesia menyatakan prihatin terkait kondisi yang terjadi di Ukraina, mengedepankan dialog dan diplomasi, dengan KBRI Kyiv telah melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai rencana kontingensi yang sudah dibuat.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan operasi militer terbatas di Ukraina Timur, membuat Barat bereaksi dengan Presiden Joe Biden menyebut Moskow akan bertanggung jawab, sedangkan Sekjen PBB meminta Rusia menarik tentaranya atas nama kemanusiaan.
"KBRI berhasil menjalin komunikasi dengan 138 WNI yang ada di Ukraina. Mayoritas berada di Kyiv dan semuanya dalam kondisi aman. Rencana kontingensi sudah dilaksanakan, dengan WNI diminta berkumpul di KBRI Kyiv. Jika tidak bisa mencapai KBRI, ada titik-titik berkumpul yang sudah di tentukan. Ada 11 WNI di Ukraina Timur," sebut Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha dalam keterangan pers virtual Kamis 24 Februari.
Ia menambahkan, mayoritas WNI berada di Kyiv, namun juga ada yang di Odessa dan Donetsk yang menjadi sasaran serangan operasi militer khusus di Ukraina Timur.
"Prioritas kami adalah keselamatan WNI, berada di lokasi aman yakni KBRI Kyiv. Kami bisa menghubungi melalui grup WhatssApp yang sudah dibuat. Kondisinya aman dan tetap tenang," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan operasi militer khusus di wilayah Donbass, Ukraina Timur pada dini Hari Kamis pagi dan mengatakan kepada militer Ukraina untuk meletakkan senjatanya dan pulang.
Dalam pidato khusus yang disiarkan televisi di TV pemerintah Rusia, Presiden Putin mengatakan Rusia tidak punya pilihan selain mempertahankan diri dari apa yang dia katakan sebagai ancaman yang berasal dari Ukraina modern.
Pemimpin Rusia itu mengatakan, Moskow tidak punya pilihan selain meluncurkan operasi itu, yang ruang lingkupnya tidak segera jelas.
"Saya telah memutuskan untuk melakukan operasi militer khusus," kata Presiden Putin.
"Tujuannya adalah untuk melindungi orang-orang yang menjadi sasaran intimidasi dan genosida selama delapan tahun terakhir. Dan untuk ini kami akan berjuang demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina," sambungnya.
"Dan untuk membawa ke pengadilan mereka yang melakukan banyak kejahatan berdarah terhadap warga sipil, termasuk terhadap warga Federasi Rusia," tandas Presiden Putin.
Terkait ini, Sekjen PBB membuat permohonan menit terakhir pada Hari Rabu kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghentikan perang 'atas nama kemanusiaan', setelah pemimpin Rusia mengumumkan operasi militer mengenai Ukraina timur.
"Presiden Putin, atas nama kemanusiaan, bawa pasukan Anda kembali ke Rusia," kata Guterres, berbicara setelah pertemuan darurat Dewan Keamanan di Ukraina.
Konsekuensi dari perang akan menghancurkan Ukraina dan berdampak luas bagi ekonomi global, tambahnya.
Baca juga:
- Presiden Putin Gelar Operasi Militer, Menlu Ukraina: Ini Agresi, Kami akan Mempertahankan Diri dan Menang
- Rusia Gelar Operasi Militer Khusus di Ukraina Timur, Presiden Putin: Lindungi Orang yang Jadi Sasaran Intimidasi dan Genosida
- Izinkan Operasi Militer Khusus di Ukraina Timur, Presiden Putin ke Tentara Ukraina: Letakkkan Senjata dan Pulang
- Presiden Putin Izinkan Operasi Militer di Ukraina Timur: Ledakan Guncang Donetsk, Terdengar di Ibukota Kyiv
Amerika Serikat dan sekutunya akan menanggapi dengan cara bersatu dan tegas, terhadap serangan yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan oleh pasukan militer Rusia di Ukraina, kata Presiden AS Joe Biden setelah ledakan terdengar di ibukota Ukraina, Kyiv.
"Presiden (Vladimir) Putin telah memilih perang terencana yang akan membawa korban jiwa dan penderitaan manusia," kata Biden dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Rabu malam.
"Rusia sendiri bertanggung jawab atas kematian dan kehancuran yang akan ditimbulkan serangan ini. Dunia akan meminta pertanggungjawaban Rusia," tegasnya.
Presiden Biden mengatakan, dia akan mengumumkan pada Hari Kamis tindakan lebih lanjut yang akan dikenakan pada Rusia oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Gedung Putih mengatakan Presiden Biden akan berbicara pada sore hari.